Minggu, 01 Juli 2018

KETIKA TUHAN TERSENYUM


Segalanya menjadi indah, ketika Tuhan tersenyum melihat hamba-hamba-Nya beriman dan beramal saleh. Senyum Tuhan adalah lambang kebaikan-Nya yang tak terbatas (absolute). Sebaliknya, kemarahan Tuhan adalah lambang kutukan dan kebenciannya. Dalam al-Qur'an, kemarahan Tuhan sering dilukiskan dengan banyak kata, di antaranya; kata  “ghadhab” (marah), dalam Surat al-Baqoroh [2]: 90, “…  Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan  dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan…”,  kata “la’ana, yal’anu” (mengutuk), dalam Surat an-Nisa [4]:52, “… Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya...”, dan kata “Qatala” (dikutuk), dalam Surat At-Taubah [9]:30, “…Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?..”
Tuhan menghendaki manusia menjadi hamba-Nya yang setia tanpa terpengaruh oleh kondisi apapun. Kemewahan dan kemiskinan bukan menjadi penghalang untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Sebab Tuhan memiliki otoritas untuk memberi dan mengambilnya kembali dari manusia. Bahkan alam raya ini gambaran otoritas-Nya yang sangat menakjubkan, hingga benda yang tak terjangkau oleh indera manusia. Manusia sebagai bagian dari alam raya ini pun berada dalam genggaman-Nya yang tak mampu mempertahankan kemasamudaannya, hingga harus menelan kemasatuaannya, dan akhirnya harus wafat.
Kesetiaan manusia kepada Allah Rabbul 'Izzah adalah keharusan yang tak bisa ditawar-tawar. Dan Allah tak akan pernah mengabaikan perbuatan hamba-Nya sekecil apapun. Apa yang dilakukannya pasti tercatat, dan kelak akan diperlihatkan kepadanya. Semuanya tak ada yang terlewatkan dari jangkauan penglihatan dan pendengaran Tuhan. Dalam Surat al-Baqoroh [2]:255.  “… Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi  Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
Karena Tuhan mempunyai kemampuan yang tak terbatas, maka kedudukan-Nya harus dijadikan sebagai tempat segalanya bagi manusia; mengadu, mengeluh, mengharap dan menjadi tujuan hidupnya. Ketika itu pula Tuhan akan tersenyum.  Senyuman-Nya merupakan ridho-Nya yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang saleh lagi beriman. Tuhan telah menjanjikan kehidupan bahagia dunia dan akhirat bagi mereka yang telah mengabdikan dirinya kepada-Nya  dengan ikhlas. Dalam Surat an-Nahl [16] 97, Allah berfirman ; “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik  dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan”.

 Namun, kesetiaan manusia terhadap Allah acap kali berubah karena kondisi yang mengelilinginya. Ini bagian dari karakteristik manusia yang selalu labil, terkadang taat dan terkadang maksiat. Namun Tuhan dengan Maha Gafur-Nya selalu terbuka untuk manusia yang meminta ampun kepada-Nya.  Namun demikian, Allah memberikan ancaman kepada manusia yang tidak pernah mentaati perintah-Nya. Ancaman itu bisa dalam aneka bentuk yang menyebabkan manusia menderita, karena kezalimannya. Dalam salah satu syair yang dilantunkan oleh Ebit G. Ade, “… mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita, yang selalu bangga dengan dosa-dosa…” adalah sebuah illustrasi kecongkakan manusia terhadap Tuhan atas dosa-dosa yang dibanggakannya. Dalam al-Qur'an Allah berfirman, “… walau anna ahlal quro amanu wa attaqow lafatahna ‘alaihim barokatin min al-sama’I wal ‘ardhi walakin kadzdzabu fa’akhodznahum bima kanu yaksibun…” (“… Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya… ”) (QS. Al-‘Araf [7]: 96)
Dalam Tafsir al-Khazin, dikatakan bahwa aneka azab yang diturunkan kepada manusia adalah gempa bumi (al-zilzalah syadidah), kesulitan hidup (dhaiq al-‘aisy), ancaman bahaya  hidup yang menyebabkan tidak aman (al-dharra’), kebimbangan jiwa (al-Nafs) dan sebagainya.[1]
Al-Qur'an mengungkapkan kisah-kisah masa lalu sebagai pelajaran bagi manusia sepanjang zaman. Agar manusia mampu merubah sikap dan prilakunya dari perbuatan zalim dan keangkuhan atas segala dosa-dosanya.
Mana yang kita pilih?, senyum Tuhan atau murkan-Nya?. Taqarrub adalah media untuk menggapai senyum-Nya. Wallahu ‘alam.


[1] Al-Khazin, Lubab al-Tanzil fi Ma’ani al-Tanzil, (Maktabah Syamilah, Mauqi al-Tafsir, tt), h. 163

Tidak ada komentar: