Minggu, 20 Desember 2009

MENITI JEMBATAN KERIDOAN TUHAN

Hasan Luthfy Attamimy, M.A.

Terkadang manusia lalai dengan kewajibannya sebagai hamba Allah. Karena acapkali tergoda oleh gemerlap kehidupan yang cukup mempesona. Manusia sering pula terjebak oleh kemegahan yang dianggap segalanya.
Manusia sering salah menterjemahkan kebaikan Tuhan Yang Maha Rahman. Padahal ia sudah menyampaikan pesannya kepada kita, "Boleh jadi apa yang kamu sukai padahal ia buruk bagimu, dan boleh jadi apa yang kamu anggap buruk padahal ia baik bagimu"
Anggaplah, banyak di antara kita yang sedang sakit. Ketika sang dokter memberi obat yang amat pahit, kita enggan untuk menelannya. Padahal obat itu justeru baik untuk penyembuhan penyakit kita.
Al-Qur'an adalah obat untuk menyembuhkan penyakit hati manusia. Tapi berapa banyak di antara manusia yang tak mau mendengar pesannya. Mengapa manusia enggan untuk menelan pesan-pesan al-Qur'an. Padahal ruhani kita sedang sakit.
Sakit ruhani yang tak pernah diobati akan terus berkembang menjadi sebuah petaka baginya. Bukan saja di dunia tapi juga di akhirat kelak.
"Dan Kami turunkan dari al-Qur'an sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang – orang yang beriman, dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian"(QS. Al-Isra:82)
Penyakit ruhani dialami oleh setiap orang. Ia hadir di setiap hati manusia tanpa mengenal status social; kaya, miskin, berilmu atau bodoh, kecual mereka yang mau berserah diri kepada Allah dan bersyukur atas segala pemberian-Nya.
Manusia tidak akan dapat menempuh kehidupan yang diridoi Allah, apabila hatinya sakit. Sebab dalam kehidupan ini tak lepas dari berbagai problem. Persoalan yang dihadapi terkadang tak mampu dapat diatasi, kecuali mereka yang hatinya bersih.
Kebersihan hati merupakan modal dalam menatap kehidupan ini. Ia akan mengantarkan pada sikap dan prilaku yang mulia. Kebersihan hati juga merupakan jembatan menuju kesuksesan hidup, baik dunia atau akhirat. Sebab kehidupan ini hanyalah sarana yang Allah berikan kepada manusia, dan bagaimana manusia dapat mengolahnya, sangat tergantung pada kondisi hati.
Pekerjaan dan tugas yang dilakukan oleh manusia dapat dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, jika hati bersih. Karena ia menganggap semua tugas yang diamanatkannya adalah sarana ibadah untuk mencapai rido Allah.

KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA
DALAM TATANAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
KETUA DKM MASJID AL-HIJRAH
Oleh : Hasan Luthfy Attamimy, MA


Pendahuluan

Sebagai mana kita ketahui bahwa di Perumahan Poris Indah, Kelurahan Cipondoh Indah, Kecamatan Cipondoh – Kota Tangerang telah bermunculan rumah-rumah ibadah ; masjid, gereja, dan wihara. Perumahan yang berpenduduk diperkirakan 10 ribu jiwa dan mayoritas non muslim ini telah dihuni sejak sekitar tahun 1989. Dan mengalami pertumbuhan yang cukup pesar sekitar tahun 1996.
Diperkirakan tahun 2000 an, di perumahan ini telah bermunculan rumah-rumah ibadah non muslim (Kristen, pen) yang hadir di beberapa lokasi ; Blok D, Blok C, Blok E, dan Blok G. Dan boleh jadi masih ada rumah ibadah non muslim lainnya yang tidak terjangkau oleh pandangan kita.
Bisa dipahami, keberadaan rumah-rumah ibadah tersebut berdiri. Karena mayoritas penduduk Perumahan Poris Indah ini mayoritas non muslim, yang nota bene mereka juga membutuhkan untuk beribadah yang sekaligus upaya pendekatan diri (taqorrub) kepada Tuhan (versi non muslim- pen.) sebagai mana umat Islam. Hanya saja pendirian rumah-rumah ibadah tersebut dianggap melanggar aturan pemerintah yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri.
Persoalan yang sekarang ini berkembang di masyarakat muslim Perumahan Poris Indah dan sekitarnya bukan pada kebebasan beribadah dan keyakinan mereka yang digugat. Tetapi bagaimana menyikapi rumah-rumah ibadah yang didirikan di rumah hunian yang dianggap menabrak SKB tersebut?

Kerukunan Antar Umat Beragama.

Dengan merujuk pada TAP MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, TAP MPR No. II Tahun 1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, UU No. I/PNPS/Tahun 1965, Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 01/Ber/mdn-mag/1969 dan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979, menyerukan kepada masyarakat untuk bersama-sama meningkatkan pendalaman dan pengamalan agama masing-masing serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan tingkah laku yang mewujudkan iklim kerukunan hidup antar umat beragama.
Melirik konsep di atas, sejak 15 abad silam Islam telah menganjurkan kepada umatnya untuk membuka kebebasan beribadah kepada mereka yang tidak seakidah, sepanjang keberadaan mereka tidak mengganggu eksistensi umat lain (Islam, pen,). Mengingat bahwa manusia berasal dari satu jiwa, dan saling membutuhkan Hal ini diungkap oleh al-Qur'an;

يايهاالناس اتقوا ربكم الذى خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذى تساءلون به والارحام ان الله كان عليكم رقيبا (النساء:1)
Hai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhan-mu yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kamu kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan sillaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisa:1)

Prof. Dr. Buya Hamka dalam penafsirannya mengatakan bahwa pada prinsipnya manusia yang berasal dari satu keturunan yang kemudian berkembang biak, menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan berbagai kultur, warna kulit, bahasa bahkan berbeda keyakinan adalah makhluk yang saling membutuhkan perlindungan, penghargaan dan kebebasan.
Dengan demikian keberadaan manusia dengan segala yang dimilikinya termasuk keyakinan yang berbeda (agama, pen) merupakan sunnatullah. Karena perbedaan itulah, kehidupan manusia menjadi dinamis (berkembang).

Langkah-Langkah Kebijakan

Penulis percaya bahwa kita sebagai umat yang - disebut sebagai - rahmatan li al-'alimin, punya tanggungjawab moral terhadap keberadaan umat lain yang pada hakikatnya memiliki missi da'wah seperti umat Islam. Bukan saja karena berpijak pada falsafah Negara Pancasila, tetapi berpijak pula pada kaidah, norma dan ajaran Islam yang kita yakini selama ini.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi rumah-rumah ibadah yang sudah menjamur di Perumahan Poris Indah harus dilakukan langkah-langkah preventif-persuasif (pencegahan yang halus bersifat membujuk) atau mujadalah hasanah (diskusi yang baik) dengan mengedepankan akhlak karimah, sebagai berikut;
1. Instutusi pemerintah dan/atau institusi yang telah mendapat mandat dari masyarakat muslim Poris Indah –dalam hal ini LPM- menyerukan kepada para missionaris, pemilik rumah hunian, dan yang terkait dengan kegiatan peribadatan untuk menghentikan kegiatan ibadah yang dilaksanakan di rumah hunian melalui surat edaran/pemberitahuan yang dibubuhi tanda tangan para tokoh masyarakat, dan masyarakat muslim lainnya yang tinggal disekitar rumah ibadah.
2. Institusi pemerintah dan/atau institusi yang telah mendapat mandat dari masyarakat muslim Poris Indah mengundang seluruh jajaran yang berkepentingan dengan gerejani untuk menjelaskan aturan main yang berlaku di negara kita.
3. Institusi pemerintah dan/atau institusi yang telah mendapat mandat dari masyarakat muslim Poris Indah memberikan solusi yang terbaik untuk kebutuhan ibadah umat kristiani yang dianggap layak dan tidak bertabrakan dengan aturan yang berlaku. Misalanya pemerintah menyediakan lokasi secara khusus untuk ibadah umat Kristiani yang telah disetujui oleh lingkungan masyarakat muslim secara umum.
4. Pemerintah dan Lembaga yang telah diberi mandat oleh masyarakat bekerja sama dengan Developer untuk pengadaan sarana ibadah tersebut. Sebab selama ini, Developer tidak pernah peduli terhadap kepentingan umum, baik menyangkut sarana sosial ; Klinik, Sarana olah raga masyarakat, sekolahan dan/atau sarana ibadah yang dibangun langsung oleh pihak Developer. Hampir semua lahan sosial yang tersedia (pasos/pasum) seakan menjadi perebutan masyarakat yang berkepentingan yang notabene menimbulkan ketidakjelasan. Dan acapkali dijual belikan oleh oknum tertentu, jika ada sedikit tanah kosong.
5. Masyarakat muslim yang bertempat tinggal di Perumahan Poris Indah dan sekitarnya, perlu diberikan penyuluhan tentang keberadaan rumah ibadah kristiani, sehingga tidak terpancing pada tindakan anarkis dan kriminal. Sebab, masyarakat secara umum tidak memiliki kewenangan langsung untuk menangani penghentian rumah-rumah ibadah. Tentunya ada pihak yang secara khusus menangani hal itu, yaitu aparat penegak hukum.
6. Dalam menangani persoalan tersebut di atas, hendaknya diupayakan agar pihak kristiani tidak merasa tersinggung dan tersudutkan, apalagi mendapatkan ancaman dari pihak yang mengatasnamakan umat Islam Poris Indah. Sebab hal itu akan berdampak pada pelanggaran kebebasan beribadah sebagai mana tertuang dalam ideologi UUD 1945, Pancasila ; Berketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu berdampak pada runtuhnya tatanan Kerukunan Hidup Umat Beragama, yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
7. Jika pihak Kristiani menolak semua seruan, ajakan dan alasan-alasan yang berlaku, maka tindakan yang harus ditempuh melalui jalur yang layak/berwenang untuk menunda kegiatan mereka.

Penutup.

Setiap Agama memiliki missi religi (tugas penyebaran agama) terhadap umat manusia. Terlebih lagi bagi kelompok Agama Semitik; Yahudi, Kristen dan Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk menyebarkan syi'ar Agama masing-masing sebagai bagian dari perintah Tuhan.
Syi'ar-syi'ar tersebut dilakukan dengan berbagai macam sistem, di antaranya dengan mendirikan rumah-rumah ibadah. Rumah ibadah dianggap paling relevan dalam upaya pembinaan umat. Selain sebagai tempat pendekatan diri kepada Tuhan, juga rumah ibadah berfungsi sebagai sarana pembekalan keyakinan sebuah ajaran agama masing-masing.
Dari sinilah kemudian umat beragama berlomba mendirikan rumah ibadah. Tetapi maksud baik itu, acapkali menimbulkan implikasi negatif bagi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pemerintah membuat aturan main tentang pendirian rumah ibadah yang dalam realisasinya diserahkan kepada pemerintah setempat dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.
Agar kerukunan umat beragama dapat hidup berdampingan secara harmonis dan stabilitas nasional terjaga, perlu kiranya langkah-langkah bijak yang memuaskan semua pihak dan tidak diskriminatif. Sebab persoalan akidah (keyakinan) sangat rentan menyulut perpecahan yang menimbulkan disintegrasi bangsa. Semoga instansi terkait dan lembaga yang membawa amanah umat sukses dalam menciptakan masyarakat "Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur". Amin. (wallahu 'alam).