Segalanya menjadi indah, ketika Tuhan tersenyum melihat hamba-hamba-Nya
beriman dan beramal saleh. Senyum Tuhan adalah lambang kebaikan-Nya yang tak
terbatas (absolute). Sebaliknya, kemarahan Tuhan adalah lambang kutukan dan
kebenciannya. Dalam al-Qur'an, kemarahan Tuhan sering dilukiskan dengan banyak
kata, di antaranya; kata “ghadhab”
(marah), dalam Surat al-Baqoroh [2]: 90, “…
Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan dan untuk orang-orang kafir siksaan yang
menghinakan…”, kata “la’ana, yal’anu” (mengutuk), dalam Surat
an-Nisa [4]:52, “… Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang
dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong
baginya...”, dan kata “Qatala” (dikutuk), dalam Surat At-Taubah [9]:30,
“…Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka
sampai berpaling?..”
Tuhan menghendaki manusia menjadi hamba-Nya
yang setia tanpa terpengaruh oleh kondisi apapun. Kemewahan dan kemiskinan
bukan menjadi penghalang untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Sebab Tuhan
memiliki otoritas untuk memberi dan mengambilnya kembali dari manusia. Bahkan
alam raya ini gambaran otoritas-Nya yang sangat menakjubkan, hingga benda yang
tak terjangkau oleh indera manusia. Manusia sebagai bagian dari alam raya ini
pun berada dalam genggaman-Nya yang tak mampu mempertahankan kemasamudaannya,
hingga harus menelan kemasatuaannya, dan akhirnya harus wafat.
Kesetiaan manusia kepada Allah Rabbul 'Izzah
adalah keharusan yang tak bisa ditawar-tawar. Dan Allah tak akan pernah
mengabaikan perbuatan hamba-Nya sekecil apapun. Apa yang dilakukannya pasti
tercatat, dan kelak akan diperlihatkan kepadanya. Semuanya tak ada yang
terlewatkan dari jangkauan penglihatan dan pendengaran Tuhan. Dalam Surat
al-Baqoroh [2]:255. “… Allah, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus
menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya
apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah
tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi
langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar”.
Karena Tuhan mempunyai kemampuan yang tak
terbatas, maka kedudukan-Nya harus dijadikan sebagai tempat segalanya bagi
manusia; mengadu, mengeluh, mengharap dan menjadi tujuan hidupnya. Ketika itu
pula Tuhan akan tersenyum. Senyuman-Nya
merupakan ridho-Nya yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang saleh lagi
beriman. Tuhan telah menjanjikan kehidupan bahagia dunia dan akhirat bagi
mereka yang telah mengabdikan dirinya kepada-Nya dengan ikhlas. Dalam Surat an-Nahl [16] 97,
Allah berfirman ; “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang Telah mereka kerjakan”.
Namun, kesetiaan manusia terhadap Allah acap
kali berubah karena kondisi yang mengelilinginya. Ini bagian dari karakteristik
manusia yang selalu labil, terkadang taat dan terkadang maksiat. Namun Tuhan
dengan Maha Gafur-Nya selalu terbuka untuk manusia yang meminta ampun kepada-Nya. Namun demikian, Allah memberikan ancaman
kepada manusia yang tidak pernah mentaati perintah-Nya. Ancaman itu bisa dalam
aneka bentuk yang menyebabkan manusia menderita, karena kezalimannya. Dalam
salah satu syair yang dilantunkan oleh Ebit G. Ade, “… mungkin Tuhan mulai
bosan, melihat tingkah kita, yang selalu bangga dengan dosa-dosa…” adalah
sebuah illustrasi kecongkakan manusia terhadap Tuhan atas dosa-dosa yang
dibanggakannya. Dalam al-Qur'an Allah berfirman, “… walau anna ahlal quro
amanu wa attaqow lafatahna ‘alaihim barokatin min al-sama’I wal ‘ardhi walakin
kadzdzabu fa’akhodznahum bima kanu yaksibun…” (“… Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya… ”) (QS. Al-‘Araf
[7]: 96)
Dalam Tafsir
al-Khazin, dikatakan bahwa aneka azab yang diturunkan kepada manusia adalah
gempa bumi (al-zilzalah syadidah), kesulitan hidup (dhaiq al-‘aisy),
ancaman bahaya hidup yang menyebabkan
tidak aman (al-dharra’), kebimbangan jiwa (al-Nafs) dan sebagainya.[1]
Al-Qur'an mengungkapkan
kisah-kisah masa lalu sebagai pelajaran bagi manusia sepanjang zaman. Agar
manusia mampu merubah sikap dan prilakunya dari perbuatan zalim dan keangkuhan
atas segala dosa-dosanya.
Mana
yang kita pilih?, senyum Tuhan atau murkan-Nya?. Taqarrub adalah media untuk
menggapai senyum-Nya. Wallahu ‘alam.
[1] Al-Khazin, Lubab al-Tanzil fi Ma’ani
al-Tanzil, (Maktabah Syamilah, Mauqi al-Tafsir, tt), h. 163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar