Oleh : Hasan Luthfy Attamimy
Perumahan Poris Indah
Perumahan Poris Indah mulai digarap sekitar pada tahun 1988, dan baru dihuni sekitar pada tahun 1989 dengan jumlah penduduk sekitar 1000 orang. 25% dari populasi penduduknya beragama Islam. Mereka tinggal di tiga blok ; Blok C, Blok D, dan Blok E.
Terdorong oleh kebutuhan terhadap Agama, mereka mengadakan kegiatan pengajian (taklim) yang dipimpin oleh KH. Romli Mugni dari Kampung Dongkal. Kampung ini persis berbatasan dengan Perumahan Poris Indah terletak di sebelah selatan-timur perumahan. Pengajian dilaksanakan setiap malam Jum’at, ba’da Isya. Media taklim ini menjadi sarana sillaturahim umat Islam yang jumlahnya lebih minim dibandingkan non muslim. Sekaligus menjadi penghubung antara jamaah di wilayah Cipondoh.
Sejarah Berdirinya Mushalla al-Hijrah
Kegiatan taklim ini dikerkembangkan dengan rencana pembangunan sarana ibadah. Sebab umat Islam di perumahan ini, merasa kesulitan untuk menunaikan salat berjamaah. Selain itu, selama 2 tahun mereka tinggal di perumahan ini merasa kesulitan untuk bertarawih, kecuali mereka yang dekat dengan kampung Dongkal. Namun ada sebagian masyarakat yang memprakarsai salat terawih di jalan raya. Salat terawih pertama kali – selama umat islam tinggal di Poris Indah - dilaksanakan pada tahun 1990 di wilayah Blok D. Beberapa tokoh Agama seperti; Ust. Somawijaya, Ust. Dedi Jumhadi, Ust. Turmudzi, Ust. U. Syamsuddin dan penulis secara bergantian memimpin jamaah terawih dan memberikan taushiyah Ramadhan. Di dorong oleh keinginan dan semangat ukhuwat islamiyah, para tokoh bersama jamaah melaksanakan salat ‘Idul Fitri pertama tahun 1990 di wilayah Blok E (sekarang di depan Kantor Sekretariat RW 05, Jl. Cendana X).
Di sisi lain, panitia yang telah dibentuk pada akhir 1989, terus bergerak menghimpun dana bersama masyarakat untuk melanjutkan rencana pembangunan Mushalla. Untuk merealisasikan rencana tersebut, panitia memanfaatkan pasilitas umum (Pasum) yang terletak di wilayah Blok C , yang dimulai dengan memasang pondasi. Namun hal tersebut mendapat hambatan dari Developer PT. Panji Graha Indah sebagai pengembang Perumahan Poris Indah dengan membongkar kembali pondasi yang sudah dibangun oleh masyarakat. Tentu saja sikap devoleper mendapat reaksi keras dari masyarakat muslim Poris Indah.
Muhammad Marthin Hutasuhut sebagai Ketua Panitia yang didampingi oleh T. Adi Wijaya sebagai Sekretaris Pembangunan, bersama beberapa orang jamaah taklim melakukan pendekatan kepada pihak-pihak terkait, di antaranya DPRD Tangerang. Namun hasilnya tidak memuaskan. Sekitar 19 orang yang terdiri dari Panitia dan masyarakat akhirnya melanjutkan kasus tersebut kepada Camat Cipondoh, Drs. Achmad Kosasih. Hasil musyawarah kedua belah pihak ini, camat Cipondoh memberikan lokasi di wilayah Blok E (Barat), yang sekarang Jl. Cendana IX RT 002/05 dengan luas tanah 180,75 m2.
Melalui Camat Cipondoh, PT. Panji Graha Indah membuat Surat Perjanjian yang berisi penyerahan tanah untuk pembangunan mushalla al-Hijrah kepada pihak Panitia yang diwakili oleh Muhammad Martin Hutasuhut. yang ditandatangani oleh Ir. Tanto Wibowo sebagai Direksi dan Muhammad Martin Hutasuhut, pada tanggal 22 Juni 1990.
Tepat hari Selasa, 3 Juli 1990 / 10 Dzulhijjah 1410H, masyarakat muslim Poris Indah melaksanakan salat Idul Adha 1411H dengan imam dan khatib Ust. H. Somawijaya, kemudian dilangsungkan dengan peletakkan batu pertama pembangunan Mushalla al-Hijrah, usai salat. Peletakkan batu pertama ini dihadiri oleh Kapolsek Cipondoh dan pihak devolepor. Mereka masing-masing memberikan sambutannya pada acara tersebur.
Mushalla pertama
Semangat masyarakat untuk memiliki sarana ibadah cukup tinggi. Hal itu terlihat dari kebersamaan mereka bekerja bakti dan mengumpulkan dana, terlebih lagi pada saat hari-hari libur kerja. Semua masyarakat baik yang muda atau yang tua turut serta dalam pembangunan mushalla. Bahkan tak ketinggalan ibu-ibu menyiapkan konsumsi untuk yang bekerja. Semangat ini mendorong proses pembangunan lebih cepat. Sehingga dalam waktu beberapa bulan, mushalla ini telah berdiri dan dapat digunakan untuk salat berjamaah dan bersilaturrahim. Namun belum seratus persen rapih secara utuh. Sebab masih ada beberapa bagian yang harus dibenahi.
Pada hari Sabtu, 6 Februari 1993/14 Sya’ban 1413H, masyarakat menggelar acara Peringatan Isra-Mi’raj, dan secara formal mushalla al-Hijrah diresmikan dengan mengundang seorang penceramah kondang KH. Ahya al-Ansori, pimpinan pondok Pesantren Minhaj Thalibin, dan hadir pula pada acara tersebut tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat sekitarnya seperti KH. Romli Mugni sebagai pembimbing jamaah Majelis Taklim.
Mushalla al-Hijrah sebagai sarana ibadah yang pertama hadir di Perumahan Poris Indah mempunyain arti tersendiri bagi masyarakat muslim di wilayah tersebut. Pertama, mushalla sebagai tempat beribadah dan berjamaah menjadi kebutuhan yang signifikan, kedua, mushalla memudahkan masyarakat berinteraksi dan berkomunikasi untuk membahas persoalan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat muslim di perumahan tersebut., ketiga mushalla menjadi kebanggan masyarakat muslim Poris Indah, karena keberadaannya menjadi identitas keislaman masyarakat.
Perkembangan
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk di Perumahan Poris Indah, populasi umat Islam pun bertambah. Sementara jumlah jamaah mengalami peningkatan. Terutama kegiatan pengajian anak-anak dan remaja mencapai 70 orang lebih. Demikian pula kegiatan taklim kaum ibu dan kaum bapak cukup semarak, terutama pada saat peringatan hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi, Isra Mi’raj, dan halal bihalal cukup membludak. Oleh sebab itu, al-Hijarah terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Baik dari sisi kepengurusan, kegiatan atau pun sarana prasanaranya.
Sejak berdirinya al-Hijrah sampai tahun 1994, al-Hijrah belum memiliki pengurus. Kepengurusan masih ditangani oleh Panitia. Hal ini dikarenakan pembangunan masih berjalan, meskipun secara formal telah diresmikan. Namun pada tahun 1994, mulai dibentuk kepengurusan dengan menunjuk Hasan Luthfy Attamimy (penulis) sebagai Ketua, dan Sekretaris U. Syamsuddin, untuk periode 1994-1999, periode 1999-2004, penulis ditunjuk kembali bersama H. Surya Duladi sebagai Sekretaris. Dan periode 2004-2009 penulis ditunjuk kembali, dan H. Tri Purnomo sebagai Sekretaris.
Sejak tahun 1993 sampai sekarang, al-Hijrah mengalami beberapa kali renovasi;
1. Mengembangkan ruang depan (teras depan dan samping), dan membuat pagar sekeliling mushalla (1995)
2. Membangun kantor Sekretariat, memperbaiki ruang wudu, kamar mandi dan pemasangan auning (1996)
Sehubungan dengan kondisi bangunan yang kurang memadai untuk menampung jamaah, maka pada tahun 2005, tepatnya hari Ahad, 4 Desember 2005/2 Dzulqo’dah 1426H, dilakukan rehab total. Pembangunan ini dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama membangun ruang utama untuk salat, tahap kedua membangun teras, ruang wudu dan kantor secretariat, dan tahap ketiga melengkapi kekurangan seluruh ruangan, hingga saat ini masih berlangsung penyempurnaan-penyempurnaan.
Pada tanggal 18 Ramadhan 1427/11 Oktober 2006, mushalla al-Hijrah ditingkatkan statusnya menjadi MASJID AL-HIJRAH dengan menyerahkan data-data ke Kecamatan Cipondoh, Drs. Sahruddin (mantan Lurah Cipondoh Indah, Perumahan Poris Indah). Namun, sampai saat ini, masjid al-Hijrah belum melaksanakan ibadah Jum’at sehubungan beberapa faktor ;
1. Masjid – masjid yang belakangan berdiri, seperti Ainul Yaqin Blok C, al-Ikhlas Blok D, dan al-Gifari Blok E Tanjung, masih menampung jamaah.
2. Masjid al-Hijrah belum sepenuhnya memiliki fasilitas yang ideal untuk mendirikan salat Jum’at, walau keseiapan pengurus untuk itu sudah ada. Sehingga kurang nyaman untuk salat Jumat. Sesuai dengan rencana dan program masjid, Insya Allah, pada tahun 2010, salat Jumat akan dimulai.
Kegiatan
Kegiatan yang dilaksanakan di masjid al-Hijrah disesuaikan dengan program kerja masjid. 1) Kegiatan Kemasyarakatan, 2) Ubudiyah dan Tarbiyah, 3) Pemeliharaan dan Pembangunan, dan 4) Hubungan Kemasyarakatan dan Dana.
1. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan yang sudah dilaksanakan; Kunjungan ke pondok-pondok Pesantren, santunan dan pemberian pakaian, beras dan lain-lain kepada masyarakat miskin di daerah-daerah, seperti di Rumpin Bogor dan Labuan, bantuan bencana alam yang terjadi pada tahun 2002, penerimaan dan distribusi zakat, pemotongan hewan kurban dan lain-lain.
2. Kegiatan Ubudiyah dan Tarbiyah. Kegiatan ini berupa pengajian, tadris ramadhan (pesantren kilat) bagi anak-anak dan remaja, hari-hari besar Islam dengan mengundang tokoh-tokoh nasional, tadarrusan Ramadhan dan lain-lain.
Untuk kegiatan ubudiyah dan tarbiyah ini, pernah menyelenggarakan pengajian bulanan dengan mengundang ; KH. Sukron Ma’mun (Pimpinan Pondok Pesantren Dar Rahman Jakarta), KH. Muchtar Nasir (Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta), Ust. Umar Husen, MA (Sekjen Dewan Da’wah Indonesia Jakarta), Ust. Syarifin Maloko (Anggota DPRD DKI Jakarta), Ust. Drs. Munif Ahmad Jakarta, dan lain-lain.
Selain kegiatan tersebut, Masjid al-Hijrah sejak tahun 1995 sampai sekarang telah menerima non muslim untuk menyatakan diri masuk Islam sebanyak 19 orang, baik dari Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Yang terakhir adalah saudari Hanna (lahir 1982), Kristen Protestan menyatakan Islam pada tanggal 14 Juli 2008/11 Rajab 1429H di Masjid al-Hijrah
Dalam meningkatkan bidang ini, dan atas kesadaran para Remaja Islam, maka pada hari Sabtu, 12 Rabi’ul Awal 1428H/31 Maret 2007M, terbentuk organisasi remaja masjid ; FORUM REMAJA ISLAM MASJID AL-HIJRAH (FRIMA) yang diketuai oleh Abdi Robbi el-Malik, mahasiswa UIN Jakarta. Kawula muda yang rata-rata mahasiswa dan usia SLTA ini sangat responsive terhadap kegiatan keagamaan. Dan mereka menjalin kegiatan dengan remaja masjid-masjid lainnya di Perumahan Poris Indah, seperti Gamma (masjid al-Gifari), Irma (masjid al-Ikhlas), Rismaya (masjid Ainul Yaqin) serta Risma (masjid Dar el-Makmur, Cipondoh Makmur).
3. Pembangunan dan Pemeliharaan. Bidang ini bergerak dalam masalah pemeliharaan masjid dan pengadaan perlengkapannya sebagaimana dikemukakan di atas tentang pembangunan.
4. Hubungan Kemasyarakatan dan Dana. Untuk menunjang kegiatan dan pemeliharaan masjid, ditugaskan kepada bidang ini.
Guna memenuhi kebutuhan masyarakat muslim Perumahan Poris Indah, dibentuk pula Paguyuban DUKA CITA AL-HIJRAH. Paguyuban ini telah dibentuk pada hari Ahad, 11 Oktober 1998. Berangkat dari banyaknya pengalaman yang terjadi di Perumahan Poris Indah, sejak tahun 1991 sampai sekarang, keluarga yang tertimpa musibah kematian acapkali menghadapi berbagai problema untuk menyelesaikan jenazah anggota keluarganya, baik dari sisi finansial, material atau sarana dan prasarana. Di sisi lain, bahwa setiap individu muslim mempunyai tanggungjawab moral untuk membantu menyelesaikan janazah. Baik dipandang dari sisi hukum Islam atau dipandang dari sisi kemanusiaan dalam hubungan social kemasyarakatan.
Sampai saat ini, jumlah anggota paguyuban sudah mencapai 168 anggota keluarga. Keberadaan paguyuban ini dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Karena dengan membayar infak wajib setiap bulan sebesar Rp. 5000,- keluarga yang mendapat musibah merasa tertolong. Semua fasilitas untuk janazah sudah ditanggung oleh paguyuban tersebut.
Paguyuban Duka Cita al-Hijrah secara organisatoris berada di bawah Masjid al-Hijrah. Ini merupakan langkah pengembangan kegiatan yang menyangkut kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, penulis membuat Pedoman Kerja Paguyuban (AD/ART) yang dibahas dalam forum rapat kerja pengurus dan masyarakat. Sehingga pedoman tersebut diakui keberadaannya.
Penutup.
Sebagaimana masjid-masjid lainnya, masjid al-Hijrah juga ingin mengedepankan pembangunan umat melalui berbagai kegiatannya, khususnya dalam bidang keagamaan. Karena hal ini merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim untuk dakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar. Langkah ini pun sejalan dengan program pemerintah sebagai upaya membantu mencerdaskan bangsa, mendewasakan umat, dan memikul rasa tanggungjawab dalam pembangunan nasional.
Lampiran
HASIL KEPUTUSAN MUSYAWARAH
PENGURUS DAN JAMAAH MASJID AL-HIJRAH
Sabtu, 26 Juni 2004 / 08 Jumadil Awal 1425H
PENGURUS MASJID AL-HIJRAH
PERIODE 2004 - 2009
1. Dewan Kehormatan
Ketua : M. Guntur MA (Ketua RW 05 Kel. Cipondoh Indah)
Anggota : H. Solahuddin Al-Ayubi (tokoh masyarakat)
: H. Muhammad Asykur (tokoh masyarakat)
: Drs. T. Adi Wijaya, MT (tokoh masyarakat)
2. Dewan Harian
Ketua : Hasan Luthfy Attamimy, S.Ag
Sekretaris : H. Tri Purnomo
Bendahara : U. Syamsudin
Anggota : Muhammad Jumono
: Urip Juanda
: Mirda Adamar
: Zaenal Abidin
: Sugimin
: Mauzir Sikumbang
: M. Taufik Danumiharja
: Karman
Ditetapkan : Di Tangerang
Tanggal : 31 Agustus 2004M
15 Rajab 1425H
Kamis, 16 April 2009
Minggu, 12 April 2009
PUSARA USAKI
Oleh : Hasan Luthfy Attamimy
Kemarin
Sahabat-sahabatku gugur di medan reformasi
Jembatan Grogol memborong nafas-nafas sunyi
Citraland, dari tahtanya menangis
Tarumanegara menjerit histeris
Memandang Usaki bersimbah darah segar
Lukisan duka bercerita kepada dunia
Dari ilalang di pinggir rel-rel kereta api
Hingga bintang yang tidak lagi bersinar di tahtanya
Berbicara…
Mengutuk sang raksasa penggembala Sang Orba
Kemarin…
Sahabat-sahabatku gugur tuk mengukit reformasi
Mereka menitipkan sejarah penderitaan rakyat yang diintimidasi
Dalam sebuah sel politik kuning berjeruji
Suhuf-suhuf cabinet pembangunan
Telah pudar, tak terbaca lagi
Padahal terjilid besi kuning, berwarna emas
Kini, robek terkoyak-koyak
Oleh akar-akar ilalang kering yang tersisa di Usaki
Kemarin…
Sahabat-sahabatku
Membongkar pagar-pagar pelindung istana Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
Mereka ingin menggantinya, karena sudah using
Katanya “ Istana itu milik kita, milik kita…”
Kursinya sudah tua, reot terlalu lama
Lantainya pun sudah penuh dengan bercak-bercak noda
Memang tak nampak
Karena tertutup permadani indah, nan tebal
Tapi, aroma tak sedap terasa menusuk hidung, bau bangkai…
Sering disapu, tapi pura-pura disapu… kotor lagi…
Tertulis… “Berani ganti, subversi….”
Ooohhh…,
Kemarin…
Sahabat-sahabatku gugur di Usaki
Peluru bersarang merobek daging dan tulang
Namun tak pernah menyumbat rasa juang
Tak surut tuk melukis kemerdekaan di atas kanvas
Cita-cita para pahlawan
Usaki tak akan terkubur
Para mahasiswa tak akan hancur
Ingatlah tuan-tuan
Pusara di atas Usaki
Jeritan kampus di bumi ini
Menitikkan segenap darah kebangkitan
Meluapkan emosi suci tuk merobek kekuatan despotisme
Mereka gugur
Kini…
Tidakkah Tuan-tuan berzikir?
Tentang mereka
Tentang ilalang-ilalang yang menderita
Hampir tak makan, tak tersiram
Tuan lelap dalam arena Partai
Tertidur dalam mimpi-mimpi lambang
Tidakkah Tuan-tuan berzikirlah Tuan…?
Bukankah masih banyak ilalang di sekitar kita?
Bukankah masih banyak ilalang kering yang sudah sekarat?
Bukankah masih banyak bibit-bibit yang menjadi harapan bangsa?
Mereka tersiksa
Mereka menderita
Mereka sengsara
Kemarin
Sahabat-sahabtku bercerita tentang mereka
Tentang derita
Tentang nestapa
Tentang duka
Meski akhirnya mereka menjadi pusara
Poris Indah, 24 Agustus 1998
Tuk mengenang sahabat-sahabatku di Usaki sebagai pahlawan reformasi yang terbunuh pada hari Selasa, 13 Mei 1998. Mereka telah merelakan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan Negara.
Kemarin
Sahabat-sahabatku gugur di medan reformasi
Jembatan Grogol memborong nafas-nafas sunyi
Citraland, dari tahtanya menangis
Tarumanegara menjerit histeris
Memandang Usaki bersimbah darah segar
Lukisan duka bercerita kepada dunia
Dari ilalang di pinggir rel-rel kereta api
Hingga bintang yang tidak lagi bersinar di tahtanya
Berbicara…
Mengutuk sang raksasa penggembala Sang Orba
Kemarin…
Sahabat-sahabatku gugur tuk mengukit reformasi
Mereka menitipkan sejarah penderitaan rakyat yang diintimidasi
Dalam sebuah sel politik kuning berjeruji
Suhuf-suhuf cabinet pembangunan
Telah pudar, tak terbaca lagi
Padahal terjilid besi kuning, berwarna emas
Kini, robek terkoyak-koyak
Oleh akar-akar ilalang kering yang tersisa di Usaki
Kemarin…
Sahabat-sahabatku
Membongkar pagar-pagar pelindung istana Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
Mereka ingin menggantinya, karena sudah using
Katanya “ Istana itu milik kita, milik kita…”
Kursinya sudah tua, reot terlalu lama
Lantainya pun sudah penuh dengan bercak-bercak noda
Memang tak nampak
Karena tertutup permadani indah, nan tebal
Tapi, aroma tak sedap terasa menusuk hidung, bau bangkai…
Sering disapu, tapi pura-pura disapu… kotor lagi…
Tertulis… “Berani ganti, subversi….”
Ooohhh…,
Kemarin…
Sahabat-sahabatku gugur di Usaki
Peluru bersarang merobek daging dan tulang
Namun tak pernah menyumbat rasa juang
Tak surut tuk melukis kemerdekaan di atas kanvas
Cita-cita para pahlawan
Usaki tak akan terkubur
Para mahasiswa tak akan hancur
Ingatlah tuan-tuan
Pusara di atas Usaki
Jeritan kampus di bumi ini
Menitikkan segenap darah kebangkitan
Meluapkan emosi suci tuk merobek kekuatan despotisme
Mereka gugur
Kini…
Tidakkah Tuan-tuan berzikir?
Tentang mereka
Tentang ilalang-ilalang yang menderita
Hampir tak makan, tak tersiram
Tuan lelap dalam arena Partai
Tertidur dalam mimpi-mimpi lambang
Tidakkah Tuan-tuan berzikirlah Tuan…?
Bukankah masih banyak ilalang di sekitar kita?
Bukankah masih banyak ilalang kering yang sudah sekarat?
Bukankah masih banyak bibit-bibit yang menjadi harapan bangsa?
Mereka tersiksa
Mereka menderita
Mereka sengsara
Kemarin
Sahabat-sahabtku bercerita tentang mereka
Tentang derita
Tentang nestapa
Tentang duka
Meski akhirnya mereka menjadi pusara
Poris Indah, 24 Agustus 1998
Tuk mengenang sahabat-sahabatku di Usaki sebagai pahlawan reformasi yang terbunuh pada hari Selasa, 13 Mei 1998. Mereka telah merelakan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan Negara.
KELUARGA ISLAMI
oleh : Hasan Luthfy Attamimy
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup tanpa kehadiran orang lain. Karenanya, kehadiran orang lain merupakan keniscayaan untuk membangun kebahagiaan hidup, baik lahiriyah atau batiniyah, duniawiyah atau ukhrowiyah. Keterikatan antara individu dengan individu lain, atau komunitas dengan komunitas lainnya juga merupakan sunnatullah yang telah berlangsung lama sejak manusia itu hadir di bumi ini. Oleh karena itu, tak boleh ada klaim-klaim keunggulan, keutamaan, atau superioritas atas orang lain. Hal ini akan melahirkan hancurnya tatanan kehidupan manusia itu sendiri.
Demikian pula dalam kontek kehidupan berkeluarga yang setiap anggotanya telah diberikan keistimewaan masing-masing oleh Allah, sekaligus dengan kekurangannya. Tak boleh ada klaim, seorang suami lebih unggul atas isterinya, demikian pula sebaliknya. Keunggulan dan keistimewaan seorang suami atas isterinya adalah karunia yang diberikan Allah untuk melengkapi kelemahan sang isteri. Demikian pula kelebihan dan keistimewaan isteri atas suaminya, juga karunia yang harus diberikan kepada suaminya yang tak luput dari serba kekurangannya.
Keluarga dalam pandangan Islam merupakan salah satu sector terpenting dalam membangun masyarakat. Ia adalah nafas kehidupan bagi masyarakat. Jika sebuah keluarga itu baik, maka masyarakat pun akan menjadi baik, dan sebaliknya. Bagaimana menciptakan keluarga yang baik?. Makalah ini mencoba menginformasikan persoalan di atas dalam perspektif Islam.
Perkawinan
Fenomena yang muncul di masyarakat kita dewasa ini, khususnya dilakangan selebritis, perkawinan (pernikahan) sering kali tidak kekal, runtuh di pertengahan berkeluarga. Hal ini dilatar belakangi oleh banyak factor. Antara lain, tidak adanya saling pengertian dan pengawasan antara kedua belah pihak. Pengertian yang dimaksud adalah memahami segala kekurangan yang ada di pihak masing-masing. Sementara pengawasan yang dimaksud adalah memberi saran atas kekurangan yang ada, dan mengingatkan atas kekhilafan dan kesalahan masing-masing. Ketika hal ini tidak dimiliki oleh keluarga, maka yang terjadi konflik internal dalam keluarga yang mengantarkan pada perceraian.
Dalam Islam, perkawinan bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis dan mengembang-biakan keturunan. Tetapi lebih dari itu, perkawinan merupakan sunnatullah yang bernilai ibadah. Dengan demikian, pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan, sejak awal harus meluruskan niat tersebut semata-mata ibadah karena Allah. Jika sebuah pernikahan tidak dilandasi niat ibadah yang merupakan ekspresi iman, maka cukup rentan pada kehancuran berkeluarga. Dalam hal ini, Nabi menganjurkan bahwa 3 kriteria yang harus diperhatikan ;
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِينِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ “حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Diceritakan oleh Abdul Malik ibn Abi Sulaiman dari ‘Atha’ dari Jabir bahwa Nabi SAW bersabda “Sesungguhnya wanita itu dinikahi atas (dasar) agamanya, hartanya, dan kecantikannya. (Tapi) hendaklah kamu (memilih) atas dasar agamanya yang dapat membahagiakanmu (HR. Turmudzi)
Mengapa kriteria itu perlu diperhatikan?. Pertama persoalan Agama adalah dasar dalam rumah tangga. Pengetahuan Agama, akan membangun kesadaran pada diri seseorang tentang hak dan kewajiban masing-masing pasangan. Terbentuknya sebuah kesalehan setiap anggota keluarga, didasari oleh pendidikan Agama. Seorang Isteri akan menghormati suaminya dengan penuh tanggungjawab secara moral, dan menjaga kehormatan diri dan keluarganya, bila ia mengetahui pendidikan Agama. Namun demikian, isteri yang berpengetahuan Agamanya cukup, tidak menjamin ia menjadi wanita yang solihah, dan menghormati suaminya. Tapi paling tidak, ilmu pengetahuan agama yang ia miliki dapat mengantarkannya pada kesalehan. Kedua, harta yang menjadi perhatian Nabi, walau harta tidak mutlak dapat membangun keluarga yang utuh. Tetapi harta memiliki peranan penting untuk keluarga. Baik nafkah, pendidikan, pakaian atau kebutuhan rumah tangga lainnya. Jika seorang isteri mempunyai harta, ia bisa memberikan bantuan kepada suaminya untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Sebagaimana dilakukan oleh Khadijah dalam membantu tugas-tugas suaminya untuk dakwah islamiyah. Ketiga, kecantikan dianggap factor yang bisa mempengaruhi kelanggengan keluarga. Jika seorang suami ,beristerikan wanita cantik, ia kemungkinannya kecil untuk berpaling dari isterinya. Walau kecantikan itu tidak selamanya berpihak pada sang isteri. Oleh karena itu, ketika si isteri sudah kehilangan kecantikannya, jika diperkokoh oleh niat ibadah pada saat pernikahan, ia akan tetap menjaga keutuhan keluarga.
Tiga criteria tersebut, seyogyanya tetap dipertahankan oleh kaum ibu sampai saat ini. Namun tentu saja, yang terpenting adalah kembali ke tujuan semula bahwa pernikahan itu memiliki nilai ibadah. Ketika hal ini dijadikan dasar dalam membangun keluarga yang utuh, maka kecantikan, dan harta kekayaan tidak lagi berpengaruh terhadap keluarga.
Kebahagiaan keluarga
Seorang isteri merupakan teman dan sahabat bagi suami dalam rumah tangga. Ia juga pembimbing bagi anak-anaknya, sekaligus bertanggungjawab untuk mengurus dan mendidik mereka. Peranan wanita, baik sebagai isteri atau sebagai ibu sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi rumah tangga.
Sebagai isteri, ia berkewajiban taat kepada suaminya, di kala senang atau di kala susah. Ketaatan kepada suaminya harus melebihi ketaatan kepada kedua orang tuanya sendiri. Ketaatan adalah cermin kesalehannya yang dapat membangun keutuhan keluarga.
Nabi bersabda ;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ (رواه النسائ)
Dari Abdulah ibn Amr ibn Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya semua (isi) dunia ini adalah benda yang menyenangkan, dan kesenangan yang terbaik adalah isteri yang solehah” (HR. Nasa’i)
عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ (رواه النسائ)
Dari Sa’id al-Maqburi dari Abi Hurairah berkata : Rasulullah SAW ditanya “Isteri yang bagaimana yang terbaik?”. Beliau menjawab “ (Yaitu wanita) yang membuat suami bahagia apabila dilihat, dan taat kepadanya bila diperintah, dan ia (siteri) tidak akan menolah (menyerahkan) dirinya, dan hartanya terhadap apa yang tidak ia sukai (HR. Nasa’i)
Sebagai ibu, seorang wanita berkewajiban merawat anak-anaknya, baik dalam kesehatan, pendidikan, dan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhannya. Pepatah Arab menyatakan “ الام مدرسة الاولى لاولاده “ (ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya). Artinya, segala perkembangan fisik dan psikis anak sangat tergantung pada ibunya di rumah. Bahkan diawal kehidupan anak, ibulah orang yang pertama kali dilihat olehnya. Oleh karena itu, betapapun sibuknya seorang ibu sebagai wanita karir misalnya, ia harus memperhatikan anaknya. Firman Allah ;
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; (QS. At-Tahrim;6)
Islam mengajarkan bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT yang harus dibina, dipelihara, dan diurus secara seksama serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil, berguna bagi agama, bangsa dan negara, dan secara khusus dapat menjadi pelipur lara orang tua dan penenang hati ayah dan bunda serta kebanggaan keluarga. Semua pengharapan yang positif dari anak tersebut tidaklah dapat terpenuhi tanpa adanya bimbingan yang memadai, selaras dan seimbang dengan tuntunan dan kebutuhan fitrah manusia secara kodrati. Dan semua itu tidak akan didapatkan secara sempurna kecuali pada ajaran Islam, karena bersumber pada wahyu illahi yang paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai makhluq ciptaan-Nya
Sebagai karunia, anak menjadi ujian bagi kedua orang tua. Ujian tidak harus selalu bermakna negative, sebab dibalik ujian sesungguhnya mengandung hikmah. Antara lain, melalui anak, kita banyak mengerti tentang kejiwaan (psikologi) anak yang dapat membangun kedewasaan dan pengalaman seorang ibu. Selain itu, Allah juga menawarkan pahala kepada orang tua yang diuji lewat anak. Sebagaimana firman Allah ;
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.(QS. Al-Anfal:28)
Memperkokoh Bahtera Rumah Tangga
Kehidupan sebuah rumah tangga dapat diumpamakan sebagai sebuah bahtera. Keselamatan bahtera itu sangat tergantung dari kewaspadaan para penumpang diatasnya. Rasulullah saw memberikan gambaran bagaimana seharusnya hidup bersama dalam berumah tangga.
Rasulullah saw bersabda : „Perumpamaan orang-orang yang menjaga batas-batas Allah swt dengan mereka yang melanggarnya, bagaikan satu kaum yang menaiki sebuah bahtera. Sebagian mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bawah. Mereka yang di bawah jika ingin air (terpaksa) melewati orang-orang yang di atas, lalu berkata, „Seandainya kita lubangi (bahtera ini) untuk mendapatkan air, tentu kita tidak lagi mengganggu orang-orang yang di atas." Jika orang yang diatas membiarkan keinginan mereka yang di bawah, tentu semua akan binasa. Jika mereka menghalanginya, mereka akan selamat dan selamatlah semuanya." (HR Bukhari dan Tarmidzi)
Dalam mengarungi samudra kehidupan kadang bahtera itu miring ke kiri dan ke kanan. Satu saat tenang, dan di saat lain dihempas gelombang. Untuk itulah sejak awal bahtera harus dipersiapkan dan diperkuat di segala sisinya. Caranya ialah dengan selalu menjaga langkah agar tidak keluar dari tujuan asasinya serta selalu menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Musthafa Masyur mengungkapkan bahwa kesejahteraan keluarga bukanlah terletak pada aspek fisik materi, tapi keterikatan anggota keluarga dengan aqidah, ibadah, akhlaq dan pergaulan Islam, hingga seluruh kehidupan terwarnai dengan identitas Islam secara utuh. Bagaimana kehidupan yang islami, dapat kita lihat dari suri tauladan kita Rasulullah saw. Karena Allah swt sendiri telah menyatakan dalam Al-Qur'an :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS.33:21)
Ayat di atas menginformasikan bahwa Rasulullah SAW adalah seorang manusia pilihan yang harus dijadikan model dalam membangun keluarga, dan masyarakatnya. Kemuliaan prilakunya itu telah diprasastikan dalam sejarah kehidupannya lewat tarbiyah (pendidikan) yang ditanamkan kepada isteri-isterinya, sahabat-sahabatnya, serta informasi sunnahnya kepada kita. Pesan-pesan yang disampaikan kepada kita untuk membangun keluarga islami dan sakinah, antara lain;
1. Menciptakan Rumah sebagai surga bagi keluarga
Rumah tidak hanya sekedar sebuah tempat tinggal, tapi hendaknya rumah menjadi surga bagi keluarga. Rumah yang surgawi tidak berarti sebuah rumah yang mewah dan penuh dengan kemewahan. Rumah surgawi adalah rumah yang di dalamnya terdapat suasana harmonis, aman, dan menyenangkan lahir dan batin. Setiap anggotanya senantiasa bertutur kata yang baik, sikap yang santun, pemurah, saling sapa, dan saling menasehati.
Suasana surgawi dalam sebuah keluarga tercermin dari sikap masing-masing anggota keluarga akan tanggungjawabnya, saling menghormati, saling membantu kesulitan anggota keluarga, dan saling berbagi kesenangan antar mereka.
2. Membangun kecerdasan keluarga
Semua anggota keluarga saling mengisi dan memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ada, bukan hanya sekedar memaklumi. Faktor penunjang yang penting adalah membangun kecerdasan anggota keluarganya. Seperti, suami harus belajar dari pengalaman dan pengetahuan isteri, isteri juga belajar dari pengalaman dan pengetahuan suami, ibu dan ayah juga harus belajar pada pengetahuan anak-anaknya, anak-anak juga harus belajar kepada kedua orang tuanya. Jika masing-masing anggota keluarga mau belajar kepada yang lainnya, maka akan lahir sebuah keluarga yang cerdas, transparan, dan memahami persoalan anggota lainnya.
Sikap tersebut merupakan proses pendewasaan pengalaman, dan perbendaharaan keilmuan bagi keluarga. Hal ini pada hakikatnya membangun komunikasi antar semua anggota yang dapat melahirkan keluarga sakinah.
3. Menghiasi rumah dengan shalat, doa, tilawah Al-Qur’an dan salam
Rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal keluarga, tapi hendaknya rumah menjadi sumber keberkahan bagi keluarga. Oleh karena itu, sebagai pendekatannya adalah menghiasi rumah dengan salat malam, berdoa dan zikir, membaca al-Qur’an di setiap kesempatan, serta mengucapankan “Assalamu ‘alaikum” ketika akan pergi atau tiba kepada keluarga yang tinggal di rumah.
Suasana ubudiyah di dalam rumah, dan pamit dengan ucapan salam kepada keluarga dapat melahirkan keutuhan keluarga. Tentu saja, semua amalan tersebut memiliki keberkahan bagi keluarga dan terasa indah, nikmat serta bahagia jika dilakukan secara kontinyu (terus menerus).
4. Hindari kata-kata talak, atau menuntut talak
Banyak masalah yang dihadapi oleh setiap keluarga yang menuntut kesabaran dan keikhlasan mengatasinya. Kerena kesabaran dan keikhlasan merupakan kunci keutuhan keluarga, betapa pun kondisi yang dihadapi terasa berat. Masalah yang sering kali muncul adalah cemburu, selingkuh, akhlak yang buruk, ekonomi lemah (kemiskinan) dan sebagainya.
Masalah-masalah tersebut, kemudian melahirkan emosi (marah) kepada anggota yang dianggap bersalah. Dan pada akhirnya terjadi perceraian. Betapa pun persoalan yang terjadi dalam keluarga, suami tidak perlu mengeluarkan kata-kata “Talak” kepada isterinya, atau isterinya menuntut talak kepada suaminya. Sebab dalam kondisi marah sekalipun, talak yang diucapkan oleh suami kepada isterinya dapat menjatuhkan status isteri sebagai orang yang tertalak (dicerai). Demikian pula, bila si isteri meminta talak, lalu dijawab dengan kata “Ya”, maka jatuhlah talak. Akibat dari perceraian (talak) itu, sesungguhnya akan merugikan semua pihak, khususnya anak-anak yang akan kehilangan kasih sayang.
Talak, menurut Islam, sesuatu yang halal tapi tidak disukai Allah. Talak memang dibenarkan, jika keluarga sudah tidak mampu lagi diperbaiki atau tidak ada lagi kemaslahatan untuk dipertahankan, karena alasan-alasan yang secara syar’I dibenarkan. Oleh karena itu, upaya untuk membangun keharmonisan harus dipertahankan, agar tidak terjadi perceraian.
Penutup
Setiap manusia menghendaki kebahagiaan lahir – batin, duniawi dan ukhrowi. Untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut, Islam telah banyak mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai kehidupan, baik dalam kontek keluarga atau social kemasyarakatan. Namun, semua persoalan itu sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Oleh karena itu, dalam keterikatannya dengan pihak lain; baik keluarga atau masyarakat, harus dibangun kesadaran moral dan intelektualitas yang integral (menyatu antara amal dan ilmu).
Kaitannya dengan membangun keluarga islami, pengertian akan rasa tanggung jawab dalam keluarga, kesalehan dalam sikap; ucapan dan perbuatan, dan toleransi terhadap anggota keluarga, merupakan cahaya iman yang harus dipertahankan.
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup tanpa kehadiran orang lain. Karenanya, kehadiran orang lain merupakan keniscayaan untuk membangun kebahagiaan hidup, baik lahiriyah atau batiniyah, duniawiyah atau ukhrowiyah. Keterikatan antara individu dengan individu lain, atau komunitas dengan komunitas lainnya juga merupakan sunnatullah yang telah berlangsung lama sejak manusia itu hadir di bumi ini. Oleh karena itu, tak boleh ada klaim-klaim keunggulan, keutamaan, atau superioritas atas orang lain. Hal ini akan melahirkan hancurnya tatanan kehidupan manusia itu sendiri.
Demikian pula dalam kontek kehidupan berkeluarga yang setiap anggotanya telah diberikan keistimewaan masing-masing oleh Allah, sekaligus dengan kekurangannya. Tak boleh ada klaim, seorang suami lebih unggul atas isterinya, demikian pula sebaliknya. Keunggulan dan keistimewaan seorang suami atas isterinya adalah karunia yang diberikan Allah untuk melengkapi kelemahan sang isteri. Demikian pula kelebihan dan keistimewaan isteri atas suaminya, juga karunia yang harus diberikan kepada suaminya yang tak luput dari serba kekurangannya.
Keluarga dalam pandangan Islam merupakan salah satu sector terpenting dalam membangun masyarakat. Ia adalah nafas kehidupan bagi masyarakat. Jika sebuah keluarga itu baik, maka masyarakat pun akan menjadi baik, dan sebaliknya. Bagaimana menciptakan keluarga yang baik?. Makalah ini mencoba menginformasikan persoalan di atas dalam perspektif Islam.
Perkawinan
Fenomena yang muncul di masyarakat kita dewasa ini, khususnya dilakangan selebritis, perkawinan (pernikahan) sering kali tidak kekal, runtuh di pertengahan berkeluarga. Hal ini dilatar belakangi oleh banyak factor. Antara lain, tidak adanya saling pengertian dan pengawasan antara kedua belah pihak. Pengertian yang dimaksud adalah memahami segala kekurangan yang ada di pihak masing-masing. Sementara pengawasan yang dimaksud adalah memberi saran atas kekurangan yang ada, dan mengingatkan atas kekhilafan dan kesalahan masing-masing. Ketika hal ini tidak dimiliki oleh keluarga, maka yang terjadi konflik internal dalam keluarga yang mengantarkan pada perceraian.
Dalam Islam, perkawinan bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis dan mengembang-biakan keturunan. Tetapi lebih dari itu, perkawinan merupakan sunnatullah yang bernilai ibadah. Dengan demikian, pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan, sejak awal harus meluruskan niat tersebut semata-mata ibadah karena Allah. Jika sebuah pernikahan tidak dilandasi niat ibadah yang merupakan ekspresi iman, maka cukup rentan pada kehancuran berkeluarga. Dalam hal ini, Nabi menganjurkan bahwa 3 kriteria yang harus diperhatikan ;
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِينِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ “حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Diceritakan oleh Abdul Malik ibn Abi Sulaiman dari ‘Atha’ dari Jabir bahwa Nabi SAW bersabda “Sesungguhnya wanita itu dinikahi atas (dasar) agamanya, hartanya, dan kecantikannya. (Tapi) hendaklah kamu (memilih) atas dasar agamanya yang dapat membahagiakanmu (HR. Turmudzi)
Mengapa kriteria itu perlu diperhatikan?. Pertama persoalan Agama adalah dasar dalam rumah tangga. Pengetahuan Agama, akan membangun kesadaran pada diri seseorang tentang hak dan kewajiban masing-masing pasangan. Terbentuknya sebuah kesalehan setiap anggota keluarga, didasari oleh pendidikan Agama. Seorang Isteri akan menghormati suaminya dengan penuh tanggungjawab secara moral, dan menjaga kehormatan diri dan keluarganya, bila ia mengetahui pendidikan Agama. Namun demikian, isteri yang berpengetahuan Agamanya cukup, tidak menjamin ia menjadi wanita yang solihah, dan menghormati suaminya. Tapi paling tidak, ilmu pengetahuan agama yang ia miliki dapat mengantarkannya pada kesalehan. Kedua, harta yang menjadi perhatian Nabi, walau harta tidak mutlak dapat membangun keluarga yang utuh. Tetapi harta memiliki peranan penting untuk keluarga. Baik nafkah, pendidikan, pakaian atau kebutuhan rumah tangga lainnya. Jika seorang isteri mempunyai harta, ia bisa memberikan bantuan kepada suaminya untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Sebagaimana dilakukan oleh Khadijah dalam membantu tugas-tugas suaminya untuk dakwah islamiyah. Ketiga, kecantikan dianggap factor yang bisa mempengaruhi kelanggengan keluarga. Jika seorang suami ,beristerikan wanita cantik, ia kemungkinannya kecil untuk berpaling dari isterinya. Walau kecantikan itu tidak selamanya berpihak pada sang isteri. Oleh karena itu, ketika si isteri sudah kehilangan kecantikannya, jika diperkokoh oleh niat ibadah pada saat pernikahan, ia akan tetap menjaga keutuhan keluarga.
Tiga criteria tersebut, seyogyanya tetap dipertahankan oleh kaum ibu sampai saat ini. Namun tentu saja, yang terpenting adalah kembali ke tujuan semula bahwa pernikahan itu memiliki nilai ibadah. Ketika hal ini dijadikan dasar dalam membangun keluarga yang utuh, maka kecantikan, dan harta kekayaan tidak lagi berpengaruh terhadap keluarga.
Kebahagiaan keluarga
Seorang isteri merupakan teman dan sahabat bagi suami dalam rumah tangga. Ia juga pembimbing bagi anak-anaknya, sekaligus bertanggungjawab untuk mengurus dan mendidik mereka. Peranan wanita, baik sebagai isteri atau sebagai ibu sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi rumah tangga.
Sebagai isteri, ia berkewajiban taat kepada suaminya, di kala senang atau di kala susah. Ketaatan kepada suaminya harus melebihi ketaatan kepada kedua orang tuanya sendiri. Ketaatan adalah cermin kesalehannya yang dapat membangun keutuhan keluarga.
Nabi bersabda ;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ (رواه النسائ)
Dari Abdulah ibn Amr ibn Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya semua (isi) dunia ini adalah benda yang menyenangkan, dan kesenangan yang terbaik adalah isteri yang solehah” (HR. Nasa’i)
عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ (رواه النسائ)
Dari Sa’id al-Maqburi dari Abi Hurairah berkata : Rasulullah SAW ditanya “Isteri yang bagaimana yang terbaik?”. Beliau menjawab “ (Yaitu wanita) yang membuat suami bahagia apabila dilihat, dan taat kepadanya bila diperintah, dan ia (siteri) tidak akan menolah (menyerahkan) dirinya, dan hartanya terhadap apa yang tidak ia sukai (HR. Nasa’i)
Sebagai ibu, seorang wanita berkewajiban merawat anak-anaknya, baik dalam kesehatan, pendidikan, dan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhannya. Pepatah Arab menyatakan “ الام مدرسة الاولى لاولاده “ (ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya). Artinya, segala perkembangan fisik dan psikis anak sangat tergantung pada ibunya di rumah. Bahkan diawal kehidupan anak, ibulah orang yang pertama kali dilihat olehnya. Oleh karena itu, betapapun sibuknya seorang ibu sebagai wanita karir misalnya, ia harus memperhatikan anaknya. Firman Allah ;
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; (QS. At-Tahrim;6)
Islam mengajarkan bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT yang harus dibina, dipelihara, dan diurus secara seksama serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil, berguna bagi agama, bangsa dan negara, dan secara khusus dapat menjadi pelipur lara orang tua dan penenang hati ayah dan bunda serta kebanggaan keluarga. Semua pengharapan yang positif dari anak tersebut tidaklah dapat terpenuhi tanpa adanya bimbingan yang memadai, selaras dan seimbang dengan tuntunan dan kebutuhan fitrah manusia secara kodrati. Dan semua itu tidak akan didapatkan secara sempurna kecuali pada ajaran Islam, karena bersumber pada wahyu illahi yang paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai makhluq ciptaan-Nya
Sebagai karunia, anak menjadi ujian bagi kedua orang tua. Ujian tidak harus selalu bermakna negative, sebab dibalik ujian sesungguhnya mengandung hikmah. Antara lain, melalui anak, kita banyak mengerti tentang kejiwaan (psikologi) anak yang dapat membangun kedewasaan dan pengalaman seorang ibu. Selain itu, Allah juga menawarkan pahala kepada orang tua yang diuji lewat anak. Sebagaimana firman Allah ;
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.(QS. Al-Anfal:28)
Memperkokoh Bahtera Rumah Tangga
Kehidupan sebuah rumah tangga dapat diumpamakan sebagai sebuah bahtera. Keselamatan bahtera itu sangat tergantung dari kewaspadaan para penumpang diatasnya. Rasulullah saw memberikan gambaran bagaimana seharusnya hidup bersama dalam berumah tangga.
Rasulullah saw bersabda : „Perumpamaan orang-orang yang menjaga batas-batas Allah swt dengan mereka yang melanggarnya, bagaikan satu kaum yang menaiki sebuah bahtera. Sebagian mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bawah. Mereka yang di bawah jika ingin air (terpaksa) melewati orang-orang yang di atas, lalu berkata, „Seandainya kita lubangi (bahtera ini) untuk mendapatkan air, tentu kita tidak lagi mengganggu orang-orang yang di atas." Jika orang yang diatas membiarkan keinginan mereka yang di bawah, tentu semua akan binasa. Jika mereka menghalanginya, mereka akan selamat dan selamatlah semuanya." (HR Bukhari dan Tarmidzi)
Dalam mengarungi samudra kehidupan kadang bahtera itu miring ke kiri dan ke kanan. Satu saat tenang, dan di saat lain dihempas gelombang. Untuk itulah sejak awal bahtera harus dipersiapkan dan diperkuat di segala sisinya. Caranya ialah dengan selalu menjaga langkah agar tidak keluar dari tujuan asasinya serta selalu menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Musthafa Masyur mengungkapkan bahwa kesejahteraan keluarga bukanlah terletak pada aspek fisik materi, tapi keterikatan anggota keluarga dengan aqidah, ibadah, akhlaq dan pergaulan Islam, hingga seluruh kehidupan terwarnai dengan identitas Islam secara utuh. Bagaimana kehidupan yang islami, dapat kita lihat dari suri tauladan kita Rasulullah saw. Karena Allah swt sendiri telah menyatakan dalam Al-Qur'an :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS.33:21)
Ayat di atas menginformasikan bahwa Rasulullah SAW adalah seorang manusia pilihan yang harus dijadikan model dalam membangun keluarga, dan masyarakatnya. Kemuliaan prilakunya itu telah diprasastikan dalam sejarah kehidupannya lewat tarbiyah (pendidikan) yang ditanamkan kepada isteri-isterinya, sahabat-sahabatnya, serta informasi sunnahnya kepada kita. Pesan-pesan yang disampaikan kepada kita untuk membangun keluarga islami dan sakinah, antara lain;
1. Menciptakan Rumah sebagai surga bagi keluarga
Rumah tidak hanya sekedar sebuah tempat tinggal, tapi hendaknya rumah menjadi surga bagi keluarga. Rumah yang surgawi tidak berarti sebuah rumah yang mewah dan penuh dengan kemewahan. Rumah surgawi adalah rumah yang di dalamnya terdapat suasana harmonis, aman, dan menyenangkan lahir dan batin. Setiap anggotanya senantiasa bertutur kata yang baik, sikap yang santun, pemurah, saling sapa, dan saling menasehati.
Suasana surgawi dalam sebuah keluarga tercermin dari sikap masing-masing anggota keluarga akan tanggungjawabnya, saling menghormati, saling membantu kesulitan anggota keluarga, dan saling berbagi kesenangan antar mereka.
2. Membangun kecerdasan keluarga
Semua anggota keluarga saling mengisi dan memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ada, bukan hanya sekedar memaklumi. Faktor penunjang yang penting adalah membangun kecerdasan anggota keluarganya. Seperti, suami harus belajar dari pengalaman dan pengetahuan isteri, isteri juga belajar dari pengalaman dan pengetahuan suami, ibu dan ayah juga harus belajar pada pengetahuan anak-anaknya, anak-anak juga harus belajar kepada kedua orang tuanya. Jika masing-masing anggota keluarga mau belajar kepada yang lainnya, maka akan lahir sebuah keluarga yang cerdas, transparan, dan memahami persoalan anggota lainnya.
Sikap tersebut merupakan proses pendewasaan pengalaman, dan perbendaharaan keilmuan bagi keluarga. Hal ini pada hakikatnya membangun komunikasi antar semua anggota yang dapat melahirkan keluarga sakinah.
3. Menghiasi rumah dengan shalat, doa, tilawah Al-Qur’an dan salam
Rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal keluarga, tapi hendaknya rumah menjadi sumber keberkahan bagi keluarga. Oleh karena itu, sebagai pendekatannya adalah menghiasi rumah dengan salat malam, berdoa dan zikir, membaca al-Qur’an di setiap kesempatan, serta mengucapankan “Assalamu ‘alaikum” ketika akan pergi atau tiba kepada keluarga yang tinggal di rumah.
Suasana ubudiyah di dalam rumah, dan pamit dengan ucapan salam kepada keluarga dapat melahirkan keutuhan keluarga. Tentu saja, semua amalan tersebut memiliki keberkahan bagi keluarga dan terasa indah, nikmat serta bahagia jika dilakukan secara kontinyu (terus menerus).
4. Hindari kata-kata talak, atau menuntut talak
Banyak masalah yang dihadapi oleh setiap keluarga yang menuntut kesabaran dan keikhlasan mengatasinya. Kerena kesabaran dan keikhlasan merupakan kunci keutuhan keluarga, betapa pun kondisi yang dihadapi terasa berat. Masalah yang sering kali muncul adalah cemburu, selingkuh, akhlak yang buruk, ekonomi lemah (kemiskinan) dan sebagainya.
Masalah-masalah tersebut, kemudian melahirkan emosi (marah) kepada anggota yang dianggap bersalah. Dan pada akhirnya terjadi perceraian. Betapa pun persoalan yang terjadi dalam keluarga, suami tidak perlu mengeluarkan kata-kata “Talak” kepada isterinya, atau isterinya menuntut talak kepada suaminya. Sebab dalam kondisi marah sekalipun, talak yang diucapkan oleh suami kepada isterinya dapat menjatuhkan status isteri sebagai orang yang tertalak (dicerai). Demikian pula, bila si isteri meminta talak, lalu dijawab dengan kata “Ya”, maka jatuhlah talak. Akibat dari perceraian (talak) itu, sesungguhnya akan merugikan semua pihak, khususnya anak-anak yang akan kehilangan kasih sayang.
Talak, menurut Islam, sesuatu yang halal tapi tidak disukai Allah. Talak memang dibenarkan, jika keluarga sudah tidak mampu lagi diperbaiki atau tidak ada lagi kemaslahatan untuk dipertahankan, karena alasan-alasan yang secara syar’I dibenarkan. Oleh karena itu, upaya untuk membangun keharmonisan harus dipertahankan, agar tidak terjadi perceraian.
Penutup
Setiap manusia menghendaki kebahagiaan lahir – batin, duniawi dan ukhrowi. Untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut, Islam telah banyak mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai kehidupan, baik dalam kontek keluarga atau social kemasyarakatan. Namun, semua persoalan itu sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Oleh karena itu, dalam keterikatannya dengan pihak lain; baik keluarga atau masyarakat, harus dibangun kesadaran moral dan intelektualitas yang integral (menyatu antara amal dan ilmu).
Kaitannya dengan membangun keluarga islami, pengertian akan rasa tanggung jawab dalam keluarga, kesalehan dalam sikap; ucapan dan perbuatan, dan toleransi terhadap anggota keluarga, merupakan cahaya iman yang harus dipertahankan.
Langganan:
Postingan (Atom)