Oleh : Hasan
Luthfy Attamimy
A. Pendahuluan
Sejak Islam diproklamirkan di tengah
masyarakat Arab[1],
membuat sebagian besar mereka seperti terhujam anak panah. Terlebih lagi,
pengakuan Muhammad ibn Abdullah sebagai
seorang Rasul, meskipun mereka mengetahui banyak tentang karakternya yang baik
dan mulia, seakan-akan menutup kebebasan hidup mereka yang telah didominasi
oleh budaya kezaliman. Muhammad dianggap sebagai duri bagi mereka yang
mengancam tradisi yang telah berlangsung ratusan tahun. Baik aspek keyakinan,
aspek kemasyarakatan maupun aspek ekonomi[2].
Tradisi upacara ritual dengan media berhala-berhala untuk mendekatkan diri kepada
Allah, tradisi membunuh anak-anak perempuan yang dilahirkan oleh ibunya,
tradisi monogami dalam pernikahan[3],
atau tradisi riba dengan memeras si pemilik hutang dan lain sebagainya, dikritik oleh al-Qur’an.[4]
Tradisi jahiliyah tersebut yang telah berlangsung
pra kerasulan Muhammad, nampaknya dianggap
legal dalam kehidupan mereka. Hukum yang berlaku pun dalam masyarakat jahiliyah
hanya berpihak kepada kaum peodalis dan
orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi. Sementara bagi kaum lemah (dhu’afa)
tidak memiliki kemerdekaan. Hal ini tercermin dari teks-teks al-Qur’an
yang berbicara tentang bentuk-bentuk
kezaliman. Di antaranya ; sistem utang-piutang ribawi yang berlipat ganda, sistem pembagian harta waris yang tidak adil, dan penindasan terhadap kaum lemah. Namun, bukan berarti mereka tidak
mengenal Allah sebagai Pencipta langit dan bumi yang akan memberikan sanksi
bagi para pelanggarnya. Mereka sangat faham tentang itu. Hanya saja, Allah bagi mereka telah disejajarkan dengan
tuhan-tuhan sesembahannya.
Sebagaimana Allah berfirman ;
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى
يُؤْفَكُونَ (العنكيوت : 61)
Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah
yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu
mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat)
dipalingkan (dari jalan yang benar. (QS. Al-‘Ankabut [29]:61)
Islam datang untuk memberikan pencerahan jiwa manusia dari
kebodohan. Islam hadir ditangan seorang Rasul; Muhammad ibn Abdullah di
tengah-tengah masyarakat yang telah kehilangan makna hidup. Mereka
diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW. tentang
; Ketuhanan,
alam semesta dan cara hidup bermasyarakat, melalui wahyu yang di-nuzul-kan
kepadanya. Dan dalam waktu 23 tahun, al-Qur’an telah merubah sistem kehidupan
masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat madani (berbudaya).
Semangat para sahabat untuk menghafal wahyu
dan mencatatnya dalam berbagai alat tulis yang mereka dapatkan saat itu,
menjadikan mereka orang-orang yang berpengetahuan. Terlebih lagi didorong oleh
intruksi Nabi yang mewajibkan umat Islam untuk menuntut ilmu tanpa mengenal
batas usia (min al-mahdi ila al-lahdi). Demikian pula dengan
hadits-hadits Nabi sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, memberi
spirit yang sangat dalam bagi kehidupan
mereka.
Al-Qur’an dan hadits Nabi, bagi
para sahabat, merupakan mau’zhah yang sangat bernilai dan tak ada
tandingannya. Kehadiran al-Qur’an dan hadits Nabi, merupakan anugerah besar
yang dapat mengasah intelektual manusia yang mempelajarinya, dan sekaligus memupuk keimanan yang lurus kepada Allah. Dari mereka-lah terlahir para tabi’in dan
tabi’ tabi’in yang memiliki intelektualitas keilmuan dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Baik
dibidang tafsir, hadits, fiqh, tasawuf, ilmu kalam, filsafat maupun sains dan
sebagainya.
Al-Qur’an
sebagai kitab suci umat Islam, tidak saja
berbicara tentang hukum yang mengatur kehidupan manusia. Tetapi juga memuat
berbagai informasi yang sangat menarik bagi manusia untuk digali[5].
Bahkan al-Qur’an sendiri menantang mereka yang menolak kebenaran kitab suci
ini.
وَإِنْ
كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ
مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (البقرة
: 23)
Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika
kamu orang-orang yang benar.(QS.al-Baqoroh
[2]:23)
Informasi yang ditawarkan al-Qur’an telah diuji kebenarannya oleh
para cendekiawan Barat maupun Timur, dari masa ke masa dan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan,
termasuk saintis. Pesan-pesan theologis maupun informasi sains yang terkandung
di dalam al-Qur’an memberi kesan yang
sangat dalam bagi mereka yang mencari kebenaran.
Terlebih lagi ketika al-Qur’an berbicara tentang alam semesta dan
kehidupan.
Al-Qur'an yang dimulai dengan surat Fatihah
sudah menampakkan identitasnya sebagai surat yang mewakili seluruh surat isi
kandungan al-Qur'an.[6]
Oleh karena itu, surat ini disebut Fatihah (pembuka). Maka pada awal surat ini,
terkesan bahwa al-Qur'an mengajak manusia untuk mengenal Allah lebih dekat
melalu alam ciptaan-Nya yang spektakuler. Kata “Basmalah” misalnya, menurut Abu
Bakar al-Tunisi, seperti dikutip oleh al-Alusi bahwa ijma (konsensus)
ulama menyebutkan, ‘semua kitab millah (agama semitik) dimulai dengan ‘basmalah’
sebagai pembuka kitab sucinya’. Demikian pula komentar al-Sarmini, seperti
dikutip oleh al-Suyuthi.[7] Surat Fatihah yang diawali dengan ‘Basmalah’
seakan menawarkan pertanyaan “Siapa Allah Yang Maha Rahman dan Rahim”
itu?. Kata ini pula memiliki tempat yang terhormat, karena Nabi Muhammad
menganjurkan umatnya agar setiap pekerjaan diawali dengan ‘basmalah’. Belum lagi ayat-ayat yang terhampar pada surat-surat di dalam al-Qur’an.
Sebagai “Ummu al-Qur’an”, surat Fatihah juga seakan menjadi surat yang terhormat. Karena selalu dilafalkan dalam
setiap shalat; baik wajib maupun sunnah; baik munfarid maupun berjamaah. Bahkan
tidak shah shalat seseorang jika surat ini tidak dibaca.[8] Bahkan,
surat ini selalu terbawa dalam setiap tradisi keagamaan bagi umat Islam di Indonesia; baik acara syukuran maupun pada acara kematian. Apa sebenarnya
rahasia dalam surat Fatihah ini?, Bagaimana
pesan-pesan filosofis dan teologis dalam surat Fatihah?, Bagaimana pula kata “Rabb
al-‘Alamin” dalam kontek
sain?
B. Surat Fatihah
1.
Pengertian
Secara etimologi, “Fatihah” terambil dari akar kata “فتح- يفتح -فتحا- فاتحة “ artinya membuka-pembukaan. Sedangkan secara
terminologi, Fatihah adalah salah satu surat dalam al-Qur’an yang mempunyai
beberapa nama; Ummu al-Kitab (induk kitab), Ummu al-Qur’an (induk
al-Qur’an), Sab’u al-Matsani (tujuh ayat yang terulang-ulang) karena
dibaca dalam shalat, al-Asas (dasar) karena merupakan dasar al-Qur’an
dan awal surat, dan Fatihah (pembukaan) karena surat pertama susunannya dalam
al-Qur’an[9].
Fatihah,
menurut Penulis, adalah surat yang memiliki khususiyat (keistimewaan
khusus) dalam al-Qur’an sehingga dijadikan surat pertama. Hal ini dapat dilihat
dari kelengkapan (syumulah) makna
yang
mewakili semua pesan al-Qur’an yang terkandung dalam Surat Fatihah yang
berbicara tentang tauhid, janji dan pahala, ancaman dan siksa, menjelaskan
tentang cara memperoleh kenikmatan dunia dan akhirat serta kisah-kisah dan
informasi hidup manusia masa lalu[10].
2.
Basmalah dalam kontek ayat
Ulama memang
mempersoalkan Surat Fatihah, apakah dimulai dengan
“Basmalah” ataukah “Hamdalah” sebagai ayat pertama?. Ini penting
bagi Penulis untuk menjelaskan persoalan ini, karena keduanya memiliki
kandungan yang sangat signifikan
yang terkait dengan teologi, filsafat dan sains. Menurut sebagian para ulama, seperti dikutip oleh Maraghi, bahwa “Basmalah” adalah salah satu ayat dari surat
Fatihah, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian para sahabat, seperti Abi
Hurairah, Ali, Ibn Abbas dan Ibn Umar. Demikian pula pendapat yang sama, menurut Maragi, dikemukakan oleh sebagian
para tabi’in seperti Sa’id ibn Jubair, Atha’, al-Zuhri, Ibn al-Mubarak. Dari
kalangan sebagian para ulama fiqh dan para quro’ di antaranya Ibn Katsir. Dari
para qori Kufah, seperti ‘Ashim, al-Kasa’i,
al-Syafi’i, dan Ahmad bahwa “Basmalah” merupakan salah satu surat dari Fatihah.
Hal ini, menurut mereka berdasarkan pada; Pertama, konsensus (ijma) shahabat dan
generasi sesudahnya yang menetapkan dalam mushaf al-Qur’an bahwa “Basmalah”
menjadi awal surat, kecuali surat al-Bara’ah. Kedua, berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW;
عَنِ
الْمُخْتَارِ بْنِ فُلْفُلٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أُنْزِلَتْ عَلَىَّ آنِفًا سُورَةٌ ».
فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ..."
Dari Muchtar ibn Fulful berkata, aku mendengan Anas ibn Malik
berkata, “Bersabda Rasulullah SAW, “Tadi telah
diturunkan sebuah surat kepadaku. Lalu beliau membaca;
“Bismillahirrahmanirrahim” (HR. Abu Daud)[11]
Ketiga, konsensus
para umat
muslim bahwa antara dua surat (daffatain) terdapat kalamullah, dan
Basmalah berada di antara keduanya yang wajib ditulis. Pendapat ini dikemukakan
oleh ulama Madinah seperti Malik dan lain-lain; Ulama Syam seperti Auza’i,
dan para jamaahnya.[12]
Meskipun sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa “Basmalah” bukan termasuk
salah satu ayat dari surat Fatihah, tidak mengurangi jumlah ayat di dalamnya.
Karena menurut pendapat yang terakhir
ini, Surat Fatihah yang dimulai dari “Hamdalah” sebagai ayat pertama,
maka ayat ke enam adalah “Shirath al-ladzina an’amta ‘alaihim” ( صراط الذين
انعمت عليهم), sedangkan ayat
ke tujuh separuh ayat terakhir, yaitu “Ghairi al-Maghdubi ’alaihim wala
al-Dhallin” ( غير المغضوب عليهم ولاالضالين)[13].
Artinya jumlah ayat pada Surat Fatihah semua ulama sependapat. Yang membedakan
adalah dari mana Fatihah itu dimulai sebagai ayat pertama.
Terlepas dari perbedaan di atas, Penulis melihat bahwa “Basmalah”
menawarkan banyak hal, terutama terkait dengan theologi, filsafat dan sains,
sebagai sumber informasi yang sangat signifikan untuk diimplementasikan dalam
kehidupan manusia. Betapa urgennya sebuah ayat “Basmalah”, sehingga Rasulullah
SAW., menyatakan “Setiap urusan yang tidak diawali dengan membaca
‘Bismillahirrahmanirrahim’ maka terputuslah keberkahannya”.
C. Aspek-aspek Teologis dan filsafat dalam Surat Fatihah
Al-Qur’an pada awal diturunkan kepada Nabi
Muhammad telah mencerminkan pandangannya yang berbeda dengan tradisi masyarakat
Arab masa itu. Ia hadir menawarkan konsep ke-Tuhanan yang kontradiktif dengan
konsep ketuhanan yang diyakini oleh masyarakat Arab pada umumnya. Konsep
ketuhanan yang mereka yakini adalah konsep politheisme dengan aneka berhala
sebagai tuhannya. Oleh karena itu, ketika al-Qur’an mengkritik konsep ketuhanan
mereka, al-Qur'an dianggap telah mengusik eksistensi keyakinan yang telah turun
temurun.
Pada masa Islam berkuasa di bawah
pimpinan Nabi Muhammad SAW, para
sahabat tidak banyak memperdebatkan
konsep Tuhan yang ditawarkan al-Qur’an. Mereka
mengimani sepenuh hati tanpa ada tawar menawar. Tetapi bukan berarti
konsep ini tidak dipertanyakan oleh para sahabat. Intelektual mereka terus
bergerak mencari siapa ‘Tuhan’ itu?. al-Qur’an memperjelasnya dengan
mengungkapkan sifat-sifat Tuhan sebagai karakter pada zat-Nya. Hal ini dimaksudkan
oleh al-Qur’an agar manusia tidak terlalu jauh berfikir tentang Zat Tuhan yang
bisa diasumsikan sebagai makhluk. Dalam
hal ini, Nabi memberikan komentar ;
عَنْ سَالِمٍ
، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: تَفَكَّرُوا فِي آلاءِ اللَّهِ ، وَلا تَتَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ (رواه
الطبرانى)
Dari Salim, dari Ibn Umar berkata, Bersabda
Rasulullah SAW, ”Berfikirlah kalian tentang tanda-tanda Allah, dan janganlah
kalian berfikir tentang Allah”[14] (HR. Thabrani)
Dari hadits di atas, merupakan catatan bahwa
manusia tidak akan mampu menjawab tentang Zat Tuhan yang sesungguhnya.
Kemampuan manusia untuk memahami Tuhan sangat terbatas. Bahkan sifat-sifat
Tuhan sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur’an dipahami secara asumtif, dan
manusia tidak memiliki kemampuan untuk menerjemahkan hakikat sifat Tuhan itu
sendiri. Pernyataan Nabi nampak sebagai bentuk larangan, bukan saja karena
keterbatasan kemampuan intelektual manusia, tetapi lebih dari itu, interpretasi
dari pemahaman manusia yang serba terbatas tersebut memungkinkan penggambaran (Mumatsalah) bentuk Tuhan dengan makhluk-Nya
Namun dalam perkembangan selanjutnya, para
theolog dan filosof memberikan pandangannya masing-masing tentang sifat-sifat
Tuhan yang terkait dengan alam fisika maupun alam metafisika, sebagai
manifestasi qudrat dan iradah Tuhan. Fisika maupun metafisika merupakan ilmu
pengetahuan yang banyak dibicarakan dalam al-Qur'an. Salah satu contoh kongkrit
tergambar dalam surat Fatihah ayat 2, “al-Hamdu lillahi Rabbi al-‘Alamin” (Segala
puji milik Allah Tuhan semesta alam).
Fisika adalah setiap
benda yang menimbulkan pengalaman inderawi, yakni objek-objek yang dapat
merangsang alat-alat kelengkapan indera. Fisika memiliki ciri dasar materi, yakni ekstensi,
penempatan ruang, kelambanan, gerakan, kepadatan, dan sebagainya yang tercakup
dalam massa (termasuk di dalamnya elemen-elemen) dan energi. Dengan demikian fisika ialah perkataan yang dipergunakan sebagai nama jenis
substansi yang mendasar dari/dalam alam materi. Pada dasarnya cabang ilmu pngetahuan
berkembang dari dua cabang yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun
ilmu-ilmu alam (the natural science)
dan filsaaft moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial (the social science). Ilmu-ilmu
alam terbagi kepada dua kelompok lagi yakni ilmu alam fisik (the
physical science) dan ilmu hayat (the
biology science). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam ‘ada’
di alam semesta yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa
dan energi), kimia (memepelajari substansi zat), astronomi (mempelajari
benda-benda langit), dan ilmu bumi (the
earth science) yang mempelajari bumi.[15] Gambaran di
atas menjelaskan bahwa ilmu fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu
pengetahuan. Inilah yang disinggung oleh al-Qur’an di antaranya dalam surat Ali
Imran [3] 190-191; surat al-Hijr [15]:21;
dan surat al-Mulk [67]: 3-4;
الَّذِي
خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ
الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2) الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى
فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ
فُطُورٍ (3)
Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, Yang Telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Sedangkan metafisika, menurut Aristoteles
mengkualifikasikan metafisika sebagai pembahasan dasar-dasar filsafat yang juga
disebutnya filsafat pertama. Sebagai contoh, sebelum kita memperhatikan bahwa
sesuatu barang itu bundar dan kuning, dan sebagainya, maka pertama harus
diteliti bahwa barang itu “ada”. Pertanyaan
mengenai ke-ada-an sesuatu membuka jalan untuk meneliti “hakikat” kodratnya dan
sejauh mana barang itu dapat dikenal dan dimengerti. Aristoteles mendefenisikan metafisika sebagai ilmu pengetahuan mengenai
yang ‘ada’ sebagai yang ‘ada’, yang dilawankan misalnya
dengan yang-ada sebagai yang digerakkan atau yang-ada sebagai yang dijumlahkan
(yang digerakkan dan yang dijumlahkan adalah fisika). Dengan demikian metafisika mempelajari pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang eksistensi sesuatu. Maka dapat didefenisikan ‘metafisikan
adalah sebagai bagian pengetahuan manusia yang terkait dengan pertanyaan mengenai hakikat
yang ada dan yang terdalam’.[16]
Lebih
lanjut metafisika dapat dipahami sebgai
berikut;
1.
Suatu usaha untuk memperoleh suatu penjelasan yang benar tentang kenyataan.
2.
Studi tentang sifat dasar kenyataan
dalam aspeknya yang paling umum sejauh hal itu dapat dicapai.
3.
Studi tentang kenyataan yang terdalam dari semua hal.
4.
Suatu usaha intelektual yang sungguh-sungguh untuk melukiskan sifat-sifat
umum dari kenyataan.
Mengingat
metafisika itu sangat luas. Umumnya metafisika
dibagi menjadi empat cabang, yaitu; ontologi, kosmologi, antropologi
metafisik, dan filsafat ketuhanan.
Ontologi
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental. Dalam kerangka
tradisional, ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari
hal ada. Sedangkan dalam pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang
sebagai teori mengenai apa “yang ada”. Kosmologi menyelidiki jenis tata tertib yang paling fundamental dalam
kenyataan, yaitu apakah untuk segala sesuatu yang menjadi ‘ada’ selalu ada sebab yang menentukannya menjadi seperti apa adanya dan bukan
sebaliknya, atau apakah hanya ada kebetulan murni, atau tata tertib teologis yang
mengandung penyesuaian sarana-sarana kepada tujuan. Adapun antropologi metafisik adalah filsafat tentang manusia yang
bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat manusia dan
pentingnya alam semesta. Sedangkan filsafat ketuhanan adalah filsafat yang lebih
mengarah pada pembahasan tentang Tuhan dan hakikat segala sesuatu yang ada, seperti adanya Tuhan, alam semesta, manusia, dan segala realita lainnya.[18]
Gambaran
di atas menunjukkan bahwa Surat Fatihah menawarkan persoalan pengetahuan tentang Tuhan dan segala
ciptaan-Nya. Ini nampak terwakili dengan kata, “الحمد
لله رب العالمين “, (Segala
puji bagi Allah Tuhan semesta alam). Kata tersebut memberi pesan yang sangat
bermakna bagi manusia yang mencari kebenaran. Pertama, menurut Abu Ja’far, kata
“Hamdalah” merupakan ungkapan syukur atas ni’mat Allah yang tak terhingga. Kedua,
kata “Jalalah” yang didahului dengan huruf “Jar li al-milk” menunjukkan
kepemilikan. Ketiga, kata “Rab”[19]
pengatur dan pemelihara yang dilanjutkan dengan kata “al-Alamin” sebagai mudhaf
ilaih dalam bentuk jamak, menunjukkan kekuasaan yang dimiliki Tuhan atas
alam semesta. Artinya Tuhan sebagai pencipta alam semesta dengan segala
keteraturannya patut dipuji oleh manusia. Ayat ini sekaligus menjawab
pertanyaan manusia ‘siapa Allah?’. Dialah yang memelihara dan mengatur alam
semesta ini.
Dalam kontek filsafat, menurut al-Razi dalam
Tafsirnya mengatakan bahwa alam ini mustahil ada (maujud) tanpa Zat yang
mengaturnya. Alam ini, menurut al-Razi, adalah gambaran semua yang ada, kecuali Allah. Oleh karena itu, manusia
tidak akan mengetahui Allah sebagai Tuhan kecuali mengenal alam semesta
terlebih dahulu.[20]
Menurut Arkoun, bahwa ilmu pengetahuan bagi orang-orang Yunani
maupun Arab, tidak bisa dipisahkan dari filsafat. Fisika selalu dikaitkan
dengan metafisika. Demikian halnya ilmu kedokteran bagian integral dengan
filsafat. Untuk ilmu kedokteran ini, satu persatu masuk ke dalamnya disiplin
ilmu yang terkait hingga ia mencakup semua ilmu pengetahuan termasuk astronomi.
Sementara kimia, meskipun berkembang tetapi selalu mempertahankan hubungannya
dengan filsafat.[21]
Gambaran tersebut melahirkan gerakan ilmiah yang cukup besar bagi masyarakat
Arab pada zaman Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.
D. Informasi Sains
1. Rabbi al’alamin
Sebagaimana Penulis kemukakan di atas bahwa alam semesta
ini (cosmos) merupakan gambaran wujud Tuhan. Tuhan tidak akan dikenal
oleh makhluk-Nya, tanpa adanya alam semesta ini. Sebagaimana kaum mutashawwifin
mengatakan ;
Aku adalah harta yang tersembunyi, aku suka untuk dikenal. Maka
Kuciptakan makhluk, lalu aku memperkenalkan diri kepada mereka, maka mereka
mengenal-Ku.
Alam semesta yang didesain sedemikian rupa, memiliki keteraturan yang jelas
dan seimbang (QS. al-Mulk [67]: 3).
Milyaran bintang di alam semesta dengan jarak yang telah ditentukan oleh Tuhan
(QS. Al-Qomar [54]: 49), milyaran planet
dan bintang selalu bergerak sesuai dengan garis yang ditentukan Tuhan
(QS. Yasin [36]:38-39).
Ayat-ayat Kauniyah sebagaimana disampaikan di atas, lebih banyak
diungkap dalam al-Qur'an dari pada ayat-ayat Syar’iyah. Ayat-ayat
kauniyah lebih menekankan pada aspek penggunaan daya fikir (intelektual),
sedangkan ayat-ayat syar’iyah lebih menekankan pada aspek aplikatif (pengamalan).
Oleh karena itu, menurut Penulis, ayat-ayat kauniyah dibangun oleh Allah untuk
mendorong manusia befikir atas kebesaran-Nya, agar manusia memiliki keyakinan
yang utuh yang dalam pengabdiannya hanya kepada Allah semata.
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang terus bergerak, apa yang
ditawarkan al-Qur'an telah menjadi kajian penting para sarjana muslim pada masa
keemasan Islam di Bagdad. Kendati ilmu pengetahuan yang awalnya datang dari
India dan Yunani. Berkat para cendekiawan muslim, buku-buku tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang kemudian dikaji secara mendalam,
khususnya buku-buku Yunani[23].
Menurut Penulis, kedua negara tersebut sesungguhnya merupakan pintu pertama membuka
ilmu pengetahuan baru dalam ilmu alam (natural sciences) yang
dikembangkan belakangan oleh kaum intelektual muslim.
Menurut Mulyadi, bahwa para sarjana muslim seperti al-Kindi, al-Razi, dan
generasi sesudahnya seperti al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Haytam dan al-Biruni
menghubungkan persoalan sains dengan filsafat, yang erat kaitannya dengan ilmu
agama.[24]
Perhatian mereka terhadap sains sangat serius. Sains dalam pandangan
mereka merupakan ilmu pengetahuan (natural
sciences) yang integral dengan alam metafisika yang dapat mendekatkan diri kepada
Tuhan. Alam semesta (cosmos) yang diungkapkan dalam al-Qur'an telah
menghasilkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Di antaranya ilmu-ilmu yang
dikategorikan ilmu fisika yang meliputi ; 1) astrofisik yang membahas
masalah alam semesta fisik. 2) meteorologi yang membahas tentang
objek-objek ilmu yang ada antara langit
dan bumi, 3) fisika yang membahas tentang materi alam fisik, 4) minerologi
yang membahas tentang substansi mineral baik yang berupa cairan, batu-batuan,
dan logam-logam. Kemudian 5) botani yang membahas tentang tumbuhan, dan
6) zoologi yaitu ilmu yang
membahas tentang hewan dalam berbagai aspeknya, dan selanjutnya
difokuskan kepada manusia, yang melahirkan ilmu pengetahuan utama yaitu anatomi
dan psikologi.[25]
Berbicara tentang manusia, al-Qur'an menyebut beberapa istilah. Dari aspek
historis, manusia disebut sebagai “Bani Adam”(QS. Al-Araf [7] ;172) ; dari
aspek intelektual, manusia disebut sebagai “al-Insan”(QS. Al-Ahzab [33]; 72);
dari aspek sosial, manusia disebut oleh al-Qur'an dengan “ al-Nas”(QS.
Al-Baqoroh [2] ;21); dari aspek biologis, manusia disebut “al-Basyar”; (QS.
Al-Kahfi [18]: 110), dan dari aspek
statusnya disebut “al-‘Abdu”[26].(QS.
Maryam [19]:93.
Dalam kontek sains, sebagaimana diungkapkan oleh al-Qur'an, proses
penciptaan manusia salah satu aspek pengetahuan yang sangat menarik. Al-Qur'an
menyampaikan informasi terkait dengan unsur-unsur kejadian manusia sebagai
berikut ;
Pertama disebut di dalam surat al-Mu’minun dengan kata “Sulalah min thin”
Kata “Sulalalah” (سلالة). Pada ayat di atas yang berarti ‘mencabut atau mengeluarkan
sesuatu dengan pelan-pelan’. Saripati
atau sesuatu yang keluar dari sesuatu disebut sulalah. Karena itu air sperma
disebut pula sulalah. Dan ini merupakan tahap paling awal sekali.[27] Kedua dalam surat al-Mu’minun, kata “sulalah”
dihubungkan dengan kata “Thin” (طين). Kata "thien" (tanah), menurut Bahauddin Mudhari, adalah "atom zat air" atau Hidrogenium[28].
Ketiga diungkap di dalam surat Ar-Rahman ayat 14,
“Shalshal kalfakhkhar” ( صلصال كالفخار
) adalah tanah kering seperti tembikar (Tanah yang dibakar). Yang dimaksudkan dengan kata
"Shal-shal" di ayat ini ialah: Tanah kering atau setengah kering
yakni "Zat pembakar" atau Oksigen. Di ayat itu disebutkan juga kata "Fakhkhar," yang
maksudnya ialah "Zat Arang" atau Carbonium.
Keempat diungkap
di dalam surat al-Hijr ayat 28, “Hama’in Masnun” (حمإ مسنون), tanah liat kering (yang berasal)
dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Di ayat ini, desebutkan pula kata "shal-shal," telah saya
terangkan, sedangkan kata "Hamaa-in" di ayat tersebut ialah "Zat
Lemas" atau Nitrogenium.
Kelima diungkap dalam surat Ash Shaffaat ayat 11,
“Thin Lazib” (طين
لازب), artinya tanah liat.
Yang dimaksud dengan kata "lazib" (tanah liat) di ayat ini ialah
"Zat besi" atau ferrum.
Keenam diungkap di dalam surat Ali Imran ayat 59,
“Turab” artinya tanah, ." Yang dimaksud dengan kata "turab"
(tanah) di ayat ini ialah: "Unsur-unsur zat asli yang terdapat di dalam
tanah" yang dinamai "zat-zat anorganis." Dan ketujuh adalah
peniupan ruh kedalam tubuh manusia sebagai makhluk manusia yang sempurna. (QS. QS.
Al Hijr [15] 29)[29]
Selanjutnya
Mudhary menerangkan ke 7 ayat di atas sebagai berikut ;
“Ketujuh ayat
Al-Qur'an, telah menunjukkan tentang proses kejadiannya manusia sehingga
berbentuk sempurna, lalu ditiupkan ruh kepadanya sehingga manusia bernyawa
(bertubuh jasmani dan rohani). Sebagaimana disebutkan pada ayat tentang kata "Turab"
(tanah) ialah zat-zat asli yang terdapat didalam tanah yang dinamai Zat
Anorganis. Zat Anorganis ini baru
terjadi setelah melalui proses persenyawaan antara "Fakhkhar" yakni Carbonium
(zat arang) dengan "Shalshal" yakni Oksigenium
(zat pembakar) dan "Hamaa-In" yaitu Nitrogenium (zat lemas)
dan “Thien” yakni Hidrogenium (Zat air).
Jelasnya adalah persenyawaan antara: Fachchar (Carbonium = zat arang)
dalam surat Ar Rahman ayat 14. Shalshal (Oksigenium = zat pembakar) juga dalam
surat Ar Rahman ayat 14. Hamaa-in (Nitrogenium = zat lemas) dalam surat Al Hijr
ayat 28. Thien (Hidrogenium = Zat Air) dalam surat As Sajadah, ayat 7. Kemudian bersenyawa dengan zat besi (Ferrum),
Yodium, Kalium, Silcum dan Mangaan, yang disebut "Laazib" (zat-zat
anorganis) dalam surat Al- Shafaat ayat
11. Dalam proses persenyawaan tersebut, lalu terbentuklah zat yang dinamai
protein. Inilah yang disebut "Turab" (zat-zat anorganis) dalam surat
Ali Imran ayat 59. Salah satu diantara zat-zat anorganis yang terpandang
penting ialah "Zat Kalium," yang banyak terdapat dalam jaringan
tubuh, teristimewa di dalam otot-otot. Zat Kalium ini dipandang terpenting oleh
karena mempunyai aktivitas dalam proses hayati, yakni dalam pembentukan badan
halus. Dengan berlangsungnya "Proteinisasi," menjelmakan "proses
penggantian" yang disebut "Substitusi." Setelah selesai
mengalami substitusi, lalu menggempurlah electron-electron cosmic yang
mewujudkan sebab pembentukan (Formasi), dinamai juga "sebab ujud"
atau Causa Formatis. Adapun Sinar Cosmic itu ialah suatu sinar mempunyai
kemampuan untuk merubah sifat-sifat zat yang berasal dari tanah. Maka dengan
mudah sinar cosmic dapat mewujudkan pembentukan tubuh manusia (Adam) berupa
badan kasar (jasmaniah), yang terdiri dari badan, kepala, tangan, mata, hidung
telinga dan seterusnya. Sampai disinilah ilmu pengetahuan exact dapat
menganalisa tentang pembentukan tubuh kasar (jasmaniah, jasmani manusia/Adam).
Sedangkan tentang rohani (abstract wetenschap) tentu dibutuhkan ilmu
pengetahuan yang serba rohaniah pula, yang sangat erat hubungannya dengan ilmu
Metafisika”.[30]
Sedangkan
proses penciptaan manusia diungkapkan oleh Allah di dalam al-Qur’an surat
al-Mu’minun 12-14
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang
itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (QS. Al-Mu’minun [23]:12-14)
Pada ayat di
atas, Allah menjelaskan tentang proses penciptaan manusia dimulai dengan kata
“Sulalah” dan “Thin”. Tahapan
selanjutnya adalah ‘nuthfah’ (air mani atau sperma). Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari bahasa Yunani kuno: σπέρμα yang berarti benih, dan ζῷον yang berarti makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan
berkembang menjadi embrio[31].
Sel sperma
manusia adalah sel sistem reproduksi utama dari laki-laki. Sel sperma memiliki jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Sel sperma
manusia terdiri atas kepala yang berukuran 5 µm x 3 µm dan ekor sepanjang 50 µm. Sel sperma pertama kali
diteliti oleh seorang murid dari Antonie van Leeuwenhoek tahun 1677. Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar
kehidupan dalam arti biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel.
Karena itulah, sel dapat berfungsi secara autonom asalkan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi.[32]
a)
Perkembangan
Sel
Di dalam tubuh manusia, telah dikenali sekitar
210 jenis sel. Sebagaimana organisme multiselular lainnya, kehidupan manusia
juga dimulai dari sebuah sel embrio diploid hasil dari fusi haploid oosit dan spermatosit yang kemudian
mengalami serangkaian mitosis. Pada tahap awal, sel-sel embrio bersifat totipoten, setiap sel
memiliki kapasitas untuk terdiferensiasi menjadi salah satu dari seluruh jenis
sel tubuh. Selang berjalannya tahap perkembangan, kapasitas diferensiasi
menjadi menurun menjadi pluripoten, hingga
menjadi sel
progenitor yang hanya memiliki kapasitas untuk
terdiferensiasi menjadi satu jenis sel saja, dengan kapasitas unipoten. Pada level
molekular, perkembangan sel dikendalikan melalui suatu proses pembelahan sel,
diferensiasi sel, morfogenesis dan apoptosis. Tiap proses,
pada awalnya, diaktivasi secara genetik, sebelum sel tersebut dapat menerima
sinyal mitogenik dari
lingkungan di luar sel.[33]
b)
Proses
Pembelahan Sel
Siklus
sel adalah proses duplikasi secara akurat untuk
menghasilkan jumlah DNA kromosom yang cukup banyak dan mendukung segregasi
untuk menghasilkan dua sel anakan yang identik secara genetik. Proses ini
berlangsung terus-menerus dan berulang (siklik)
Pertumbuhan dan perkembangan sel tidak lepas
dari siklus kehidupan yang dialami sel untuk tetap bertahan hidup. Siklus ini
mengatur pertumbuhan sel dengan meregulasi waktu pembelahan dan mengatur
perkembangan sel dengan mengatur jumlah ekspresi atau translasi gen pada masing-masing
sel yang menentukan diferensiasinya[34].
c)
Fase Pada
Siklus Sel
Fasa S (sintesis): Tahap terjadinya replikasi
DNA. Fasa M (mitosis): Tahap
terjadinya pembelahan sel (baik pembelahan biner atau pembentukan tunas). Fasa
G (gap): Tahap pertumbuhan bagi sel. Fasa
G0, sel yang baru saja mengalami pembelahan berada dalam keadaan
diam atau sel tidak melakukan pertumbuhan maupun perkembangan. Kondisi ini
sangat bergantung pada sinyal atau rangsangan baik dari luar atau dalam sel.
Umum terjadi dan beberapa tidak melanjutkan pertumbuhan (dorman) dan mati. Fasa G1, sel eukariot mendapatkan
sinyal untuk tumbuh, antara sitokinesis dan sintesis. Fasa G2, pertumbuhan sel eukariot
antara sintesis dan mitosis. Fasa tersebut berlangsung dengan urutan S > G2
> M > G0 > G1 > kembali ke S. Dalam konteks
Mitosis, fase G dan S disebut sebagai Interfase.
Ilmu pengetahuan,
sebagaimana dinyatakan di atas sejalan dengan informasi al-Qur'an Surat Al-Zumar ]39]: 6, bahwa
manusia berada dalam tiga fase;
خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ
الْأَنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ
خَلْقًا مِنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلَاثٍ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ
لَهُ الْمُلْكُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ ( الزمر : 6)
Dia menciptakan kamu dari seorang diri
Kemudian dia jadikan daripadanya isterinya dan dia menurunkan untuk kamu
delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. dia menjadikan kamu dalam
perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan yang (berbuat) demikian
itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan
selain Dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (QS. Al-Zumar [39]: 6)
Pada surat ini bahwa manusia dalam perut
ibunya, berada dalam tiga kegelapan;
1.
Kegelapan dalam
perut ( ظلمة البطن)
2.
Kegelapan di
dalam rahim ( ظلمة الرحم)
Tiga kegelapan
inilah yang dimaksudkan tiga fase tersebut. Yaitu fase perkembangan sel, fase
pembelahan sel dan fase pada siklus sel.
Menurut
Penulis, bahwa apa yang diinformasikan oleh al-Qur’an surat Fatihah, tentang
alam semesta merupakan gambaran kekuasaan-Nya yang dirinci di dalam berbagai
surat dan ayat. Ayat-ayat tersebut yang secara integral memberi pesan kepada
manusia untuk menerjemahkan informasi tersebut dan menggalinya sehingga manusia
dapat memperkuat imannya dan memancarkan hidayah ilmiah tentang kebenaran
al-Qur’an.
2. Tuhan dan alam semesta
Diantara segi kemukjizatan Al-Qur’an adalah adanya
beberapa petunjuk yang detail mengenai ilmu pengetahuan umum yang telah
ditemukan terlebih dahulu dalam Al-Qur’an sebelum ditemukan oleh ilmu
pengetahuan modern. Penciptaan alam
berdasarkan konsep Islam dan Sains modern ternyata memiliki hubungan, dan dari
beberapa hasil observasi kosmolog ternyata banyak yang sesuai dengan beberapa
firman Allah SWT, antara lain sebagai berikut:
óOs9urr& tt tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( xsùr& tbqãZÏB÷sã ÇÌÉÈ
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. Al-Anbiya
[21]:30
Dari ayat
tersebut dapat diketahui bahwa alam semesta sebelum dipisahkan Allah merupakan
sesuatu yang padu. Sesuatu yang padu itulah yang oleh kosmolog disebut dengan
titik singularitas. Sedangkan yang dimaksud pemisahan ialah ledakan
singularitas dengan sangat dahsyat, yang kemudian menjadi alam semesta yang
terhampar. Selanjutnya, dikatakan bahwa segala kehidupan itu berasal dari air.
(QS. Al-Anbiya [21]:30). Tiga ahli kosmologi dan astronomi, yaitu Georges
Lamaitre, George Gamow, dan Stephen Hawking menjelaskan bahwa atom-atom yang
tebentuk sejak peristiwa Big Bang adalah atom Hidrogen (H) dan Helium (He).
Adapun air terdiri dari atom hidrogen dan oksigen (H2O), artinya,
sejak tahun 1400 tahun silam Al-Qur’an telah menyebutkannya jauh sebelum tiga
pakar tersebut mengemukakan teorinya.[36]
Dalam
Al-Quran surat Fush-shilat [41] :11)
“Kemudian
Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami
datang dengan suka hati".
Kata asap
dalam tersebut menurut para ahli tafsir adalah merupakan kumpulan dari gas-gas
dan pertikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada temperatur
yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau kurang stabil[37].
Salah satu
teori mengenai terciptanya alam semesta (teori Big bang) disebutkan bahwa alam
semesta tercipta dari suatu ledakan kosmis sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu
mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya
ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam bentuk
titik, sebagaimana dijelaskan di atas. Pengebangan tersebut nampak jelas
diungkapkan dalam al-Qur'an surat Adz-Dzaariyaat (51:47)
وَالسَّمَاءَ
بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ (47)
“Dan langit,
denag kekuasaan Kami, Kami bangun dan Kami akan memuaikannya selebar-lebarnya”. (QS. Adz-Dzaariyaat [51]:47)
Pada ayat di atas terdapat kata “Wa Inna lamusi’un” artinya
meluaskan (mengembangkan) sebagaimana diungkap dalam Tafsir.[38] Ayat ini lebih tepat dihubungkan dengan pemuaian alam semesta
secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat yang diumpamakan
mengembangnya permukaan balon yang sedang ditiup yang mengisyaratkan bahwa
galaksi akan hancur kembali[39]. Isyarat
ini sudah dijelaskan dalam surat Al-Anbiya’ [21]104.
“(Yaitu)
pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran kertas.
sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama Begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; Sesungguhnya kamilah
yang akan melaksanakannya”. (QS. Al-Anbiya’ [21]104)
Didalam
surat As-Sajada (32:4)
Artinya:
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, tidak ada bagi kamu selain dari padanya
seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan”.
Uraian
penciptaan langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, terdapat
dalam surat Fushshilat ayat 9-12
“Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu
kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam). Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa”. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang
bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan
langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
"Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa." Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati. Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."(QS. Fush-Shilat; [41] 9-12)
Dengan
perincian penafsirannya sebagai berikut
:
1.
Tahap pertama penciptaan bumi 2 rangakain
waktu
2.
Tahap kedua penyempurnaan bumi 2 rangkaian
waktu
Jadi terbentuknya alam raya ini terjadi dalam 6 rangkaian waktu atau 6 masa.
Selain surat-surat tersebut diatas masih banyak lagi yang menjelaskan
tentang terbentuknya alam raya ini, namun dari yang telah kami sampaikan dalam
ringkasan ini terlihat bahwa secara umum proses terciptanya alam raya ini
berlangsung dalam 6 masa, dimana tahapan-tahapan dalam proses tersebut saling
berkaitan. Disebutkan juga bahwa terciptanya alam raya ini terjadi melalui
proses pemisahan massa yang tadinya satu[41].
Terlepas dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para saintis dan para mufassirin tentang alam ini, bahwa
alam semesta yang didesain sedemikian indah dan bergerak secara teratur,
bukanlah jadi dengan sendirinya. Di balik semua ini, ada Zat Yang Maha Pencipta
yang memproses pembentukan alam semesta ini. Al-Qur'an banyak berbicara tentang
hal ini, dan semuanya terkandung di dalam surat al-Fatihan ayat 2,
al-Hamdulillah rabbi al-‘alamin.
E. Penutup
Al-Qur'an merupakan kitab suci yang sarat
dengan informasi yang selalu aktual untuk di bahas. Surat Fatihah merupakan
surat pendahuluan yang membongkar informasi semua surat yang terkandung dalam
al-Qur'an. Untuk membaca satu ayat dari surat ini, sudah pasti akan terkait
dengan ayat-ayat dalam surat-surat sesudahnya.
Informasi yang terkandung dalam surat Fatihah
memberi pesan penting tentang alam semesta yang mengarahkan manusia untuk
mengenal Allah sebagai sang pencipta. Artinya, bahwa kehadiran alam semesta
ini, bukan tanpa sebab. Ada sebab pertama yang mendesain alam dengan penuh
keteraturan. Itulah yang diperkenalkan oleh Allah dalam surat Fatihah
sebagai “Rabb al-‘Alamin”.
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Atsimain, Muhammad ibn Shalih, Kutub wa rasa’il al-Fatawa,
(Maktabah Syamilah, al-Lajnah al-‘Ilmiyah li Mu’assasat al-Syaikh Muhammad ibn
Shalih al-‘Atsimain, t.t), Juz 184
al-Alusi,
Syihabuddin Mahmud ibn Abdullah al-Husaini. Ruh al-Ma’ani fi Tafsir
al-Qur’an al-Azhim wa Sab’u al –Matsani, Maktabah Syamilah, Mawqi
al-Tafasir, Jil. 1
al-Buchori, Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mugirah, Shahih
Buchori, (Maktabah Syamilah, Mauqi Wizarah al-Awqaf al-Misriyah), Jil. 3
al-Damsyiqi, Abu al-Fida Ismail ibn Katsir al-Quraisy,
Tafsir al-Qur’an al-Azhim, (Mesir, Dar Thayibah Li al-Nasyr wa al-Tawzi,
1999), Cet. 2, Juz, 7
al-Damsyiqi, Ismail ibn Umar ibn Katsir al-Quraisyi, Tafsir
Ibnu Katsir, (Bairut; Dar al-Thayibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999), Cet. ke II, Jil. 8
al-Jarahi, Al-‘Ajiluni,
Ismail ibn Muhammad, Kasyfu al-Khafa wamazil al-Ilbas ‘amma Isytahara min
al-Ahadits ‘ala Alsinat al-Nas, (Bairut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, t.t),
Jil. 2
al-Khazin, Abu Hasan ali ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Umar
al-Syaihi, Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Qur’an, (Maktabah Syamilah),
Jil. VI
al-Maraghi, Ahmad Mushtafa. Tafsir al-Maraghi,( Bairut; Dar
Ihya al-Turast, t.t), Jil. 1
al-Misri, Muhammad ibn Mukram ibn Manzhur al-Afriqi, Lisan
al-Arab, Bairut: Dar al-Shadir, Cet. 1
Al-Naisaburi, Tafsir Garaib al-Qur’an wa Raga’ib al-Qur'an
(Mesir; Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Mustafa al-Bani al-Halabi wa Awladi,
1962), Jil. I
Al-Razi, Abu Abdullah
Muhammad ibn Umar ibn al-Husan ibn al-Husain al-Taimy, Mafatih al-Gaib, (Maktabah Syamilah,
Mawqi’ al-Tafasir, t.t). Jil. 1
al-Sajastani, Sulaiman ibn Asy’ast ibn Syaddad ibn Amr al-Azdi Abu
Daud, Sunan Abi Daud, (Maktabah Syamilah, Mauqi’ Wizarat
al-Awqaf al-Mishriyah,t.t), Jil. 3
al-Thabari, Muhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Katsir ibn Ghalib
al-Amili Abu Ja’far, Jami al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Saudi
Arbia, Muassasah al-Risalah, 2000), Cet.
1
Al-Thabrani, al-Mu’jam al-Kabir, (Maktabah Syamilah,
Mulaffat Wurud ‘ala
Multaqa Ahli al-Hadits, t.th), Jil. 3
al-Zaid,
Abdullah ibn Ahmad ibn Ali, Muchtashar Tafsir al-Bughawi, (Riyad, Dar
al-Salam Li al-Nasy wa al-Tawzi’ 1416H), Juz 6
Arkoun,
Muhammad, (Terj) Rethinking Islam,
(Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1996). Cet. Ke-1
Ensiklopedia Bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Spermatozoid ,
Kamis, 18 Januari 2011)
Hasyisy, Syaikh Ali, Silsilah al-Ahadits al-Wahiyah,
(Maktabah Syamilah, t.p., t.t), Jil. 1
Hatta, Ahmad (terj), The
Great Story of Muhammad (Jakarta: Magfirah Pustaka,) 2011
Inwa, Rizky, Proses
terbentuknya alam semesta dalam al-Qur’an dan Sains, diakses dari, http://rizkyynwa.blogspot.com/2012/10/
Kajian
Tentang Fisika dan Metafisika dalam Kehidupan Manusia dan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan, diakses dari,
http://www.rumpunilmu.com/2012, pada hari Sabtu, 15
Desember 2012
Kartanegara, Mulyadhi, Pengantar Studi Islam, (Jakarta, Ushul
Press, 2011),
Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah, (Bairut; Dar al-Fikri, 1981),
Jil. II
Safa, Sahlan Proses
terbentuknya alam semesta Dalam kajian sains dan al qur’an, diakses dari ; http://sahlan-safa.blogspot.com/2012/12/proses-terbentuknya-alam-semesta-dalam.html
Shihab ,Quraish (ed), (et.al),
Ensiklopedia al-qur’an; Kajian Kosakata, (Jakarta; Lentera Hari, 2007),
Jil. 3
T. Djamaluddin, Integrasi Sains-Quran dalam
Meninjau Penciptaan dan Akhir Semesta,
(Materi Perkuliahan Pascasarjana PTIQ Jakarta, pada hari Sabtu, 24 Nopember
2012)
Widuri, Antonius dan
Bahaudin Mudhary, Dialog Masalah
Ketuhanan Yesus, (kompilasi dari situs media.isnet.org, http://www.geocities.com/pakdenono/ )
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam-Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta; Grafindo Persada, 2010)
[1] Rasulullah
memproklamirkan nubuwahnya kepada masyarakat Arab setelah turunnya surat
al-Mudatstsir. Surat ini, menurut sebagian ulama turun setelah surat al-Alaq
sebagai bentuk dakwah terbuka. Lihat;
Ismail ibn Umar ibn Katsir al-Quraisyi al-Damsyiqi, Tafsir Ibnu
Katsir, (Bairut; Dar al-Thayibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999), Cet. ke II, Jil. 8, h. 1
[2] Lihat ;
al-Khazin, Abu Hasan ali ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Umar al-Syaihi, Lubab
al-Ta’wil fi Ma’ani al-Qur’an, (Maktabah Syamilah), Jil. VI, h. 232, (QS.
Al-Muthafifin; 1-3, yang berbicara tentang timbangan.)
[3] Sayid Sabiq, Fiqh
Sunnah, (Bairut; Dar al-Fikri, 1981), Jil. II, h. 6. Monogami adalah
pernikahan dengan banyak suami untuk satu orang wanita. Jika wanita tersebut melahirkan, maka semua
lelaki yang menggaulinya dihadirkan untuk menyaksikan anak tersebut. Dan wanita
ini akan menunjuk salah satu laki-laki yang mirip dengan anaknya sebagai ayah
untuk dinisbatkan namanya dengan nama ayahnya. Dan tak ada seorang pun yang
menolak atas keputusan wanita itu.
[4] Ahmad Hatta,
(terj), The Great Story of Muhammad
(Jakarta: Magfirah Pustaka,) 2011, h. 117-135
[5] Lihat; QS.
Al-Kahfi [18]:109
[6] Ahmad Mushtafa
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,( Bairut; Dar Ihya al-Turast, t.t), Jil.
1, hal. 23
[7]
Syihabuddin Mahmud ibn Abdullah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir
al-Qur’an al-Azhim wa Sab’u al –Matsani, Maktabah Syamilah, Mawqi
al-Tafasir, Jil. 1, hal. 1
[8] Lihat:
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mugirah al-Buchori, Shahih Buchori,
(Maktabah Syamilah, Mauqi Wizarah al-Awqaf al-Misriyah), Jil. 3, hal. 275; No. Hadits 756, Bab Wujub al-Qira’at li
al-Imam wa al-Ma’mum.
[11] Sulaiman ibn
Asy’ast ibn Syaddad ibn Amr al-Azdi Abu Daud al-Sajastani, Sunan Abi Daud,
(Maktabah Syamilah, Mauqi’ Wizarat al-Awqaf al-Mishriyah,t.t), Jil. 3, hal. 56,
No. Hadits 784, Bab ‘Man lam yara al-jahra bi bismillahirrahmanirrahim’
[12] Maragi, op.cit.
h.26-27
[13] Muhammad ibn
Shalih al-‘Atsimain, Kutub wa rasa’il al-Fatawa, (Maktabah Syamilah,
al-Lajnah al-‘Ilmiyah li Mu’assasat al-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Atsimain,
t.t), Juz 184, hal. 1-2, No. Fatwa 455, tentang ‘al-Isti’adzah wa al-Basmalah.
[14] Al-Thabrani, al-Mu’jam
al-Kabir, (Maktabah Syamilah, Mulaffat Wurud ‘ala
Multaqa Ahli al-Hadits, t.th), Jil. 3, hal. 313, No. Hadits 683, bab 3
[15] Kajian
Tentang Fisika dan Metafisika dalam Kehidupan Manusia dan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan, diakses dari,
http://www.rumpunilmu.com/2012, pada hari Sabtu, 15
Desember 2012
[17] Ibid., Kajian
Tentang Fisika
[18] Lihat,
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam-Filosof dan Filsafatnya, Jakarta; Grafindo Persada, 2010, h. 6-9
[19] Muhammad ibn
Mukram ibn Manzhur al-Afriqi al-Misri, Lisan al-Arab, Bairut: Dar
al-Shadir, Cet. 1, Jil. 1, h. 399
[20] Abu Abdullah
Muhammad ibn Umar ibn al-Husan ibn al-Husain al-Taimy Al-Razi, Mafatih al-Gaib, (Maktabah Syamilah,
Mawqi’ al-Tafasir, t.t). Jil. 1, h. 2
[21] Muhammad Arkoun, (Terj) Rethinking Islam,
(Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1996). Cet. Ke-1,
hal. 133
[22] Al-‘Ajiluni,
Ismail ibn Muhammad al-Jarahi, Kasyfu
al-Khafa wamazil al-Ilbas ‘amma Isytahara min al-Ahadits ‘ala Alsinat al-Nas,
(Bairut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, t.t), Jil. 2, h. 132. Hadits ini cukup popular dikalangan ahli
tasawuf. Namun para ulama berpendapat bahwa hadits tersebut dha’if, karena
tidak memiliki sanad yang sahih maupun dhaif, sebagaimana dikemukakan oleh Ibn
Taimiyah, Zarkasyi, ibn Hajar, al-Suyuti dan lain-lain. (Lihat, Syaikh Ali Hasyisy, Silsilah al-Ahadits
al-Wahiyah, (Maktabah Syamilah, t.p., t.t), Jil. 1, h. 369, bab ‘al-Tahqiq
al-‘Ilmi lihadits al-Junun.
[23] Mulyadhi
Kartanegara, Pengantar Studi Islam, (Jakarta, Ushul Press, 2011), hal.281
[24] Ibid, hal.
282-283
[25] Ibid, hal.
290-291
[26] Lihat, QS.
Al-Baqoroh [2]:21, Al-Naisaburi, Tafsir Garaib al-Qur’an wa Raga’ib
al-Qur'an (Mesir; Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Mustafa al-Bani al-Halabi
wa Awladi, 1962), Jil. I, h. 190, menjelaskan bahwa kata “’Ubudu”, yang berakar
kata dari masdar “Abdu” yang dinisbatkan pada ibadaha dimaksudkan agar manusia
mengenal Tuhannya, sehingga dapat melaksanakan segala perintahnya.
[27] Quraish Shihab (ed). (et.al), Ensiklopedia al-qur’an; Kajian
Kosakata, (Jakarta; Lentera Hari, 2007), Jil. 3, hal. 927
[28] Antonius Widuri dan Bahaudin Mudhary, Dialog Masalah Ketuhanan Yesus, (kompilasi dari
situs media.isnet.org, http://www.geocities.com/pakdenono/ ), diakses pada hari Senin, 4 Februari 2013.
[31] Diakses dari
Wikipidea ; Ensiklopedia Bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Spermatozoid ,
Kamis, 18 Januari 2011)
[32] Ibid.
[33] Ibid.
[34] Ibid
[35] Abdullah ibn
Ahmad ibn Ali al-Zaid, Muchtashar Tafsir al-Bughawi, (Riyad, Dar
al-Salam Li al-Nasy wa al-Tawzi’ 1416H), Juz 6, hal. 442
[36] Rizky
Inwa, Proses terbentuknya alam
semesta dalam al-Qur’an dan Sains, diakses dari, http://rizkyynwa.blogspot.com/2012/10/, pada hari
Sabtu, 9Februari 2013
[37] Ibid.
[38] Abu al-Fida
Ismail ibn Katsir al-Quraisy al-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim,
(Mesir, Dar Thayibah Li al-Nasyr wa al-Tawzi, 1999), Cet. 2, Juz, 7, hal. 424
[39] T. Djamaluddin,
Integrasi Sains-Quran dalam Meninjau Penciptaan dan Akhir Semesta, (Materi
Perkuliahan Pascasarjana PTIQ Jakarta, pada hari Sabtu, 24 Nopember 2012)
[40] Lihat,
Muhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Katsir ibn Ghalib al-Amili Abu Ja’far
al-Thabari, Jami al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Saudi Arbia, Muassasah al-Risalah, 2000), Cet. 1, Juz 21,
hal 443
[41] Sahlan Safa, Proses
terbentuknya alam semesta Dalam kajian sains dan al qur’an, diakses dari ; http://sahlan-safa.blogspot.com/2012/12/proses-terbentuknya-alam-semesta-dalam.html, pada hari Sabtu, 9 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar